Minggu, 12 Juni 2011

PSIKOLOGI DALAM

Psikologi Dalam (Depth Psychology) merupakan salah satu aliran psikologi yang mulai berkembang pada awal abad XX. Aliran psikologi ini lahir dari praktik-praktik kedokteran jiwa berkenaan dengan upaya penyembuhan gangguan jiwa. Data-data yang terhimpan dari praktik kedokteran jiwa itulah yang kemudian dikembangkan oleh Sigmund Freud menjadi pengetahuan sistematis mengenai dinamika perilaku manusia.
Berbicara tentang Psikologi Dalam pasti berbicara juga tentang tokoh-tokohnya. Ada tiga nama besar yang dipandang sebagai tokoh-tokoh Psikologi Dalam. Tokoh pertama adalah Sigmund Freud, yang pandang sebagai pioner aliran psikologi ini dan pendiri Psikoanalisis. Tokoh kedua adalah Alfred Adler, yang semula merupakan pengukut Freud, karena adanya perbedaan pendapat kemudian memisahkan diri dari Freud dan mengembangkan Psikologi Individual. Tokoh ketiga adalah Carl Gustav Jung yang telah mengembangkan Psikologi Analitis. Sama dengan Adler, semula Jung juga pengikut Freud yang kemudian memisahkan diri dari tokoh Psikoanalisis tersebut.
Kehadiran Psikologi Dalam ternyata bukan hanya memberikan kontribusi besar dalam bidang psikologi tetapi juga dalam bidang-bidang yang lain termasuk bidang bimbingan dan konseling. Itulah sebabnya maka Psikologi Dalam dipandang perlu untuk dipelajari oleh para calon tenaga profesional dalam bidang tersebut dengan harapan mereka memperoleh pemahaman yang mendalam berkenaan dengan dinamika perilaku manusia, yang kelak diperlukan dalam tugasnya sebagai konselor.
Kediri, September 2009
Penulis

LATAR BELAKANG LAHIRNYA
PSIKOLOGI DALAM
A. Psikologi sebagai Ilmu yang Berdiri Sendiri
Pada mulanya semua ilmu, termasuk psikologi, merupakan bagian dari filsafat. Sehingga ada pernyataan philosophy is the mother of sciences. Psikologi menjadi bagian dari filsafat berlangsung sampai abad ke-18. Pada saat itu pembahasan mengenai segi kejiwaan dilakukan dengan pendekatan filosofis oleh para filsuf. Pertanyaan utama yang ingin dijawab oleh para filsuf adalah : jiwa itu apa. Sedangkan metoda yang dipakai dalam membahas hal tersebut adalah reflective thinking.
Pada abad ke-18 para ahli berusaha menjelaskan gejala-gejala jiwa dengan ilmu faal atau fisiologi. Para ahli dalam bidang tersebut misalnya Sir Charles Bell, Francois Magendi, dan Johannes Peter Muller, telah melakukan penelitian untuk memperoleh gambaran tentang perilaku manusia. Bell dan Magendi berhasil menjelaskan gejala jiwa dalam hubungannya dengan saraf sensoris dan saraf motoris. Muller menjelaskan gejala pengamatan dengan hukum enerji spesifik.
Pada abad ke-19, tepatnya tahun 1879 psikologi diakui sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Pengakuan tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa pengetahuan yang mempelajari segi kejiwaan manusia telah memenuhi syarat sebagai pengetahuan ilmiah, yaitu memiliki objek yang spesifik dan metoda ilmiah. Diakuinya psikologi sebagai suatu disiplin ilmu berkat usaha yang telah dilakukan oleh Wilhelm Wundt. Wundt, seorang filsuf, dokter, sosiologi, dan ahli hokum dari Jerman, mendirikan laboratorium psikologi yang pertama di dunia. Labo-ratorium tersebut didirikan oleh Wundt di Leipzig, Jerman pada tahun 1879.
Di dalam laboratorium yang didirikannya, Wundt tidak mempelajari hakikat jiwa melainkan fenomena-fenomena kejiwaan manusia berupa tingkah laku. Metoda ilmiah yang dikembangkan olerh Wundt adalah metoda eksperimen dengan memakai teknik introspeksi.
Pada masa awal berdirinya, psikologi didominasi gagasan dan upaya mempelajari elemen-elemen dasar dari kehidupan jiwa orang dewasa yang normal. Sehingga ciri dari psikologi Wundt adalah penekanannya pada analisis atas proses-proses kesadaran yang dipandang terdiri dari elemen-elemen dasar, serta upayanya menekankan hukum-hukum yang membawahi hubungan diantara elemen-elemen kesadaran tersebut. Karakteristik yang demikian menyebabkan
Bab 1
6
psikologi yang dikembangkan oleh Wundt dinamakan struturalisme atau psikologi elementalisme (Koeswara, 2005 : 27).
Kesadaran, di samping dipandang sebagai kesatuan yang terdiri dari elemen-elemen dasar, oleh Wundt dan para ahli lainnya pada masa itu, dinyataan juga sebagai aspek yang utama dari kehidupan mental manusia. Segala sesuatu atau proses yang terjadi dalam diri manusia selalu berasal atau bersumber dari kesadaran.
B. Situasi yang Berkembang dalam Bidang Psikiatri
Sampai akhir abad ke-19 dalam bidang psikiatri berlaku pendapat bahwa semua gangguan jiwa berasal dari salah satu kerusakan organis dalam otak. Dalam kalangan medis pada waktu itu seakan-akan menjadi dogma bahwa penyebab gangguan jiwa tidak boleh tidak harus bersifat organis (Bertens, 1979 : xiii). Biarpun mereka belum mengetahui kerusakan apa yang menyebabkan gangguan jiwa tertentu, namun mereka berkeyakinan bahwa secara anatomis otak pasti tidak beres.
Sebenarnya ada orang-orang yang pendapatnya berbeda dengan apa yang berlaku pada saat itu. Bahwa gangguan jiwa bisa saja terjadi karena faktor afektif. Namun pendapat demikian tenggelam karena suara mayoritas.. Beberapa ahli yang berpendapat bahwa gangguan jiwa bisa terjadi karena factor nonorganis antara lain sebagai berikut.
1. J. Esquirol
Pada tahun 1805 seorang ahli dari Perancis, Esquirol, menulis deser-tasi yang berjudul Passions Consideres Comme Causes, Symtomes et Moyens Curafits de I’alienatien Mentale atau nafsu-nafsu dipandang sebagai penyebab, gejala, dan cara penyembuhan gangguan psikis (Bertens, 1879 : xiii).
Gagasan utama yang terdapat dalam desertasi tersebut adalah sebagai berikut.
a. bahwa faktor kejiwaan dapat menyebabkan gangguan jiwa;
b. bahwa gangguan jiwa dapat dikenali berdasarkan gejala-gejala yang bersifat kejiwaan;
c. bahwa penyembuhan gangguan jiwa dilakukan dengan pendekatan psikologis.
2. Dr. Joseph Breuer
Dalam upayanya menyembuhkan penderita histeria, Breuer meng-gunakan metoda hipnosis. Dengan metoda ini dia berhasil memastikan bahwa penyebab histeria adalah ingatan-ingatan tak sadar tentang peris-tiwa-peristiwa traumatis yang dialami oleh penderita.
7
Upaya Breuer menyembuhkan pasien dari histeria pernah dilakukan bersama dengan Sigmund Freud. Pengalaman mereka dalam menangani kasus Anna O. dipublikasikan pada tahun 1895 dalam buku yang diberi ju-dul Studien uber Hysterie (Studi-studi tentang Histeria).
3. J.M. Charcot
Charcot adalah seorang dokter dari rumah sakit La Salpetriere di Paris, Perancis, juga menggunakan metoda hypnosis dalam menyem-buhkan pasien-pasien penderita hysteria. Dia telah membuktikan bahwa kelumpuhan histeris berkaitan dengan faktor-faktor emosional dan pi-kiran-pikiran yang melintasi benak pasien dan bukan berasal dari gangguan fisik.
4. Piere Janet
Janet merupakan psikolog yang kemudian menempuh pendidikan kedokteran. Dia juga pernah menjadi murid Charcot. Janet mengakui bahwa perana patogenis yang dimainkan oleh ingatan-ingatan mengenai peristiwa emosional yang pernah dilupakan. Dia menulis hasil obser-vasinya dengan judul L’automatisme Psycholoique pada tahun 1889. Dalam tulisan tersebut dia menyatakan bahwa ingatan traumatis tidak dapat diulangi dalam keadaan sadar, tetapi hanya bila pasien dimasukkan dalam keadaan hipnosis.
C. Kelahiran Psikologi Dalam
Berbeda dengan Breuer, Charcot, Bernheim, dan terapis-terapis pada waktu itu, yang membiaran data yang diperoleh, Freud mulai menempatkan data yang ia dapatkan dari kegiatan terapinya dalam kerangka psikologi, serta ia berusaha memahami kejadian munculnya neurosis dari sudut psikologi, dan bukan dari su-dut neurologi atau fisiologi. Dengan demikian, sejak Freud menempuh jalannya sendiri, mengembangkan gagasan dan metodanya sendiri, Freud sebenarnya telah berada dalam usaha membangun landasan bagi konsepsi psikoanalisis dan ternyata usaha ini memang berhasil. Sehingga ada pernyataan bahwa metoda asosiasi bebas merupakan tonggak dimulainya psikologi dalam pada umumnya dan psikoanalisis pada khususnya.
Selain metoda asosiasi bebas, Freud juga mengembangkan metoda analisis mimpi (dream analysis) untuk penelitiannya. Metoda ini dikembangkan Freud berdasarkan asumsi bahwa isi mimpi merupakan simbol dari keinginan-keinginan atau pengalaman-pengalaman traumatis tertentu yang ditekan (represi) ke dalam alam tidak sadar. Dengan demikian, sebagaimana dinyatakan Freud, mimpi itu sendiri merupakan via regia (jalan utama) menuju alam tidak sadar (Bertens, 1979: xx). Artinya, melalui penafsiran atas sebuah mimpi bisa diketahui keinginan-keinginan atau pengalaman-pengalaman apa saja yang direpres dan
8
berada di dalam ketidaksadaran. Untuk menguji ketepatgunaan metoda analisis mimpi, Freud menjadikan dirinya sebagai subjek penelitian. Hasil penelitian ini kemudian dituangkan dalam sebuah buku yang berjudul Die Traumdeutung (The Interpretation of Dreams), yang terbit tahun 1900.
Dengan kemampuan yang baik dalam menulis serta ditunjang dengan data, selain buku yang telah disebutkan di atas, Freud juga menulis beberapa buku yang bukan hanya terbatas pada bidang psikologi dan psikopatologi, tetapi juga di bidang kebudayaan (mitologi), agama, dan sastra. Buku-buku buah gagasan Freud diantaranya adalah sebagai berikut (Koeswara, 1991 : 31).
1. Psychopathology of Everyday Life (1901)
2. Three Essays on Sexuality (1905)
3. Case of Dora (1905)
4. Introductory Lectures on Psychoanalysis (1920)
5. The Ego and the Id (1923)
6. Future of a Illution (1927)
7. Civilization and Its Discontents (1930)
Buku-buku tersebut tersebut dengan gagasan-gagasan yang termuat di dala-mnya, menjadikan Freud pusat perhatian serta menarik minat sejumlah besar orang untuk mempelajari psikoanalisis dan menjadi pengikut Freud. Diantara mereka terdapat nama-nama yang kemudian menjadi terkenal seperti Alfred Adler, Carl Gustav Jung, Ernest Jones, A.A. Brill, Otto Rank, Sandor Ferenzci, dan Hans Sachs. Tetapi dikemudian hari Adler dan Jung memisahkan diri dari Freud dan psikoanalisis karena ada perbedaan pendapat yang tajam, dan kemudian keduanya mengembangkan teori daln aliran psikologi sendiri. Adler mengembangkan Indivual Psychology dan Jung mengembangkan Analitical Psychology.
Psikoanalisis, Psikologi Individual, dan Psikologi Analitis secara umum disebut sebagai Psikologi Dalam (Depth Psychology) atau Psikologi Dinamis. Sebutan tersebut diberikan oleh karena fokus perhatian ketiga aliran psikologi tersebut pada aspek terdalam dari kehidupan jiwa manusia, yaitu ketidak sadaran. Kehidupan jiwa manusia menurut Psikoanalisis, Psikologi Individual, dan juga Psikologi analitis bersifat dinamis. Dinamika tersebut hanya bisa dipahami jika faKtor penggeraknya, baik yang disadari maupun yang tidak disadari dipahami terlebih dahulu.
Gambar 1
Foto tahun 1909 di depan Clark University.
Baris depan dari kiri : S. FREUD, G. STANLEY HALL, C.G JUNG
Belakang dari kiri : A.A. BRILL, ERNEST JONES, SANDOR FARENCZI.
(Sumber : www.enwikipedia.org)
9
PSIKOANALISIS
A. Sigmund Freud sebagai Pendiri Psikoanalisis
Berbicara mengenai Psikologi Dalam (depth psychology) dan Psikoanalisis pasti berbicara mengenai Sigmund Freud. Sebab psikoanalisis yang merupakan main stream dari psikologi dalam merupakan hasil karya Sigmund Freud. Temuan Freud tentang ketidaksadaran jiwa sebagai salah satu penggerak perilaku manusia dinyatakan sebagai temuan yang fenomenal.
Freud dilahirkan pada 6 Mei 1856 di Moravia, sebuah kota kecil di Austria. Pada saat dia berumur 4 tahun, keluarganya menga-lami kemunduran dalam bidang ekonozmi, dan ayah Freud membawa pindah keluargnya, termasuk Freud, ke Wina. Setelah tamat dari sekolah menengah di Wina, Freud masuk fakultas kedokteran Universitas Wina dan lulus sebagai dokter tahun 1881. Semula ia tidak ingin berpraktik sebagai dokter karena ingin menjadi peneliti. Namun karena kebutuhan keluarga, terutama setelah dia menikah maka akhirnya mulai tahun 1886 ia menjalani praktik sebagai dokter. Meskipun demikian minatnya untuk menjadi ilmuwan tidak pernah surut Di sela-sela praktiknya, ia masih menyempatkan diri untuk melakukan penelitian dan menulis, terutama dalam bidang neurologi, sebuah bidang yang mendo-rong Freud menekuni penyembuhan ganggu-an-gangguan neurosis.
Minat Freud pada penyembuhan histeria mengantarkan dirinya bekerja sama dengan ahli saraf ternama dari Wina, yaitu Dr. Joseph Breuer. Dalam upaya
Bab 2
Gambar 2 : Sigmund Freud
10
menyembuhkan pasien penderita histeria, mereka menggunakan metoda hipnosis. Namun setelah terbit buku yang memuat tentang penanganan kasus gangguan jiwa tersebut, Freud memisahkan diri dari Breuer dan juga meninggalkan metoda tersebut Metoda hypnosis menurut Freud, memiliki kelemahan. Kelemahan pertama adalah bahwa metoda tersebut memperlemah jiwa pasien, sedangkan pasien penderita hysteria keadaan jiwanya telah lemah. Kelemahan kedua adalah bahwa kesembuhan pasien ternyata tidak bersifat permanent, melainkan hanya sementara.
Setelah meninggalkan metoda hipnosis, Freud mencoba metoda lain, yaitu metoda sugesti, yang dipelajari dari Barnheim pada tahun 1889. Metoda inipun tidak memuaskan Freud karena pelaksanaannya sangat berat. Kemudan ia mengem-bangkan suatu metoda yang ia sebut metoda asosiasi bebas (free association method). Metoda asosiasi bebas dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa pengalaman traumatis pasien histeria dapat diungkapkan pasien dalam keadaan sadar.
Dalam asosiasi bebas pasien diminta untuk mengemukakan secara bebas apa saja yang terlintas dalam isi jiwanya. Bagi terapis, apa saja yang dikemukakan oleh pasiennya merupakan bahan untuk menggali dan mengungkap ingatan-ingatan atau pengalaman-pengalaman traumatis dari alam tak sadar pasien. Hal yang sangat penting dalam pengembangan metoda asosiasi bebas adalah bahwa metoda ini dengan prinsip yang mendasarinya telah membawa Freud kepada suatu kesimpulan bahwa ketidak sadaran memiliki sifat dinamis dan memegang peranan penting terhadap terjadinya gangguan jiwa seperti histeria
B. Arti Psikoanalisis
Menurut Freud, psikoanalisis mempunyai tiga arti Bertens, 1979: x – xi). Pertama, istilah psikoanalisis dipakai untuk menunjukkan suatu metoda penelitian terhadap proses-proses psikis yang sebelumnya hampir tidak terjangkau oleh penelitian ilmiah. kedua, istilah ini menunjukan juga suatu teknik untuk menyembuhkan gangguan-gangguan jiwa yang dialami pasien neurosis. Ketiga, istilah yang sama juga dalam arti lebih luas lagi untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metoda dan teknik tersebut.
C. Psikoanalisis sebagai Aliran Psikologi
Sebagai aliran psikologi, psikoanalisis banyak berbicara mengenai kepribadian. Di samping itu aliran psikologi ini juga membahas ketidak sadaran, mimpi, neurosis, dan lain-lain.
11
1. Alam sadar dan Alam tak sadar
Freud menjadi sangat terkenal berkat gagasannya tentang alam sadar (conscious mind) dan alam tak sadar (unconscious mind) meskipun dia bukan orang pertama yang menemukan ide itu. Dia menjadi terkenal karena mampu membuat ide tersebut menjadi terkenal (Boeree, 2005: 346).
Alam sadar merupakan apa yang disadari individu pada saat-saat tertentu, misalnya penginderaan, ingatan, pemikiran, fantasi, perasaan, dst. Disamping alam sadar dan alam tak sadar, Freud juga menyatakan adanya alam pra-sadar (preconscious mind), yaitu apa yang sekarang lebih populer dengan sebutan kenangan yang tersedia (available memory), yaitu segala sesuatu yang dengan mudah dipanggil ke dalam alam sadar (Boeree, 2005 : 346). Isi alam pra-sadar berasal dari alam sadar dan alam tak sadar. Pengalaman yang ditinggal oleh perhatian, semula disadari tetapi kemudian tidak lagi dicermati, akan ditekan untuk pindah ke daerah pra-sadar dan di sisi lain isi materi daerah tak sadar dapat muncul ke daerah pra-sadar (Alwisol, 2005: 18).
Alam tak sadar, menurut Freud, merupakan bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan bagian terpenting dari jiwa manusia. Freud menegaskan bahwa ketidaksadaran bukanlah abstraksi hipotetik tetapi kenyataan empirik (Alwisol, 2005: 18). Isi dari daerah tak sadar adalah instink-instink, impuls dan dorongan-dorongan yang dibawa sejak lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatis tertentu, yang menurut Freud biasanya terjadi pada masa kanak-kanak, yang ditekan oleh kesadaran untuk pindah ke daerah tak sadar. (Boeree, 2005 : 346).
2. Kepribadian
Menurut Freud tujuan pokok dilakukannya analisis terhadap aspek-aspek kejiwaan manusia bukan untuk mendapatkan teknik penyembuhan gangguan jiwa tetapi untuk memperoleh pengetahuan yang mendalam mengenai kehidupan kejiwaan pada umumnya (Masrun, 1977 : 5). Itulah sebabnya pembahasan tentang kepribadian menjadi dominan dalam Psikoanalisis. Secara garis besar Psikoanalisis membahas kepribadian dari tiga aspek, yaitu struktur, dinamika, dan perkembangan.
a. Struktur kepribadian
Menurut Freud (Alwisol, 2005 : 17), kehidupan jiwa memiliki itga tingkat kesadaran, yaitu sadar (conscious), prasadar (preconscious),
12
dan tak sadar (unconscious). Sampai dengan tahun 1920an, teori tentang konflik kejiwaan hanya melibatkan ketiga unsur tersebut. Baru pada tahun 1923 Freud mengenalkan tiga model struktural yang lain, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich. Struktur baru ini tidak mengganti struktur lama, tetapi melengkapi gambaran mental terutama dalam fungsi dan tujuannya (Awisol, 2005 : 17).
Freud berpendapat bahwa kepribadian merupakan suatu sistem yang terdiri dari 3 unsur, yaitu das Es, das Ich, dan das Ueber Ich (dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan the Id, the Ego, dan the Super Ego), yang masing memiliki asal, aspek, fungsi, prinsip operasi, dan perlengkapan sendiri. Ketiga unsur kepribadian tersebut dengan berbagai dimensinya disajikan dalam tabel berikut.
TABEL I
STRUKTUR KEPRIBADIAN
NO. UNSUR DIMENSI DAS ES ( the Id ) DAS ICH ( the Ego ) DAS UEBER ICH ( the Super Ego )
1.
ASAL
pembawaan
hasil interaksi
dengan
lingkungan
Hasil internalisasi
nilai-nilai dari figur
yang berpengaruh
2.
ASPEK
biologis
psikologis
Sosiologis
3.
FUNGSI
mempertahankan
konstansi
mengarahkan indi-
vidu pada realitas
1. Sebagai pengen-
dali Das Es.
2. Mengarahkan das Es das Ich pada peri-
laku yang lebih
bermoral.
4.
PRINSIP OPERASI
pleasure principle
reality principle
morality principle
5.
PERLENGKAPAN
1) refleks
2) proses primer
proses sekunder
1) conscientia
2) Ich ideal
13
1) Das Es
Das Es (the Id) adalah aspek biologis kepribadian yang paling dasar, sistem yang didalamnya terdapat naluri-naluri, yang merupakan factor bawaan. Das Es merupakan aspek biologis dari kepribadian, yang fungsinya adalah mempertahankan konstansi, maksudnya membawa organisme dari keadaan tidak menye-nangkan, karena munculnya kebutuhan-kebutuhan, ke keadaan seperti semula, yaitu menyengkan. Oleh karena itu dinayatkan oleh Freud bahwa prinsip bekerjanya das Es adalah pleasure principle. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, das Es memiliki perlengkapan dua macam proses. Proses yang pertama yaitu tindakan-tindakan refleks dan proses primer, adalah suatu bentuk tingkah laku atau tindakan yang mekanisme kerjanya otomatis dan segera. Proses yang kedua adalah proses primer, yaitu dengan membentuk bayangan dari objek tertentu yang bisa mengurangi ketegangan.
2) Das Ich
Das Ich atau the Ego merupakan aspek psikologis dari kepribadian yang terbentuk melalui hasil interaksi individu dengan realitas. Dengan das Es, individu diarahkan pada kenyataan. Adapun proses yang ada pada das Ich adalah proses sekunder (secondary process). Dengan proses sekundernya tersebut das Ich memformulasikan rencana bagi bagi pemuasan kebutuhan dan menguji apakah hal itu bisa dilakukan atau tidak. Dengan demikian, das Ich bagi individu bukan hanya bertindak sebagai penunjuk kepada kenyataan, tetapi juga berperan sebagai penguji kenyataan atau reality tester dan dalam memainkan peranannya, das Ich melibatkan fungsi psikologis yang tinggi yaitu fungsi intelektual (Koeswara, 1991 : 34).
3) Das Ueber Ich
Das Ueber Ich atau the Super Ego adalah aspek sosiologis dari kepribadian, yang isinya berupa nilai-nilai atau aturan-aturan yang sifatnya normative. Menurut Freud das Ueber Ich
14
terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai dari figur-figur yang berperan, berpengaruh atau berarti bagi individu. Aspek kkepribadian ini memiliki fungsi :
a) sebagai pengendali das Es agar dorongan-dorongan das Es disalurkan dalam bentuk aktivitas yang dapoat diterima masyarakat;.
b) mengarahkan das Ich pada tujuan-tujuan yang sesuai dengan prinsip-prinsip moral;
c) mendorong individu kepada kesempurnaan.
Dalam menjalankan tugasnya das Ueber Ich dilengkapi de-ngan conscientia atau nurani dan ego ideal. Freud menyatakan bahwa conscentia berkembang melalui internalisasi dari peri-ngatan dan hukuman, sedangkan ego ideal berasal dari pujian dan contoh-contoh positif yang diberikan kepada anak-anak.
Konsep mengenai alam sadar dan alam tidak sadar serta hubungannnya dengan das Es, das Ich, dan das Ueber Ich dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 3 : STRUKTUR KEJIWAAN MANUSIA MENURUT FREUD
(sumber : www.sruweb.com, 2006)
15
b. Dinamika Kepribadian
1) Distribusi enerji
Dinamika kepribadian, menurut Freud bagaimana energi psikis di-distri-busikan dan dipergunakan oleh das Es, das Ich, dan das Ueber Ich. Freud menyatakan bahwa enerji yang ada pada individu berasal dari sumber yang sama yaitu makanan yang dikonsumsi. Bahwa enerji manusia dibedakan hanya dari penggunaannya, enerji untuk aktivitas fisik disebut enerji fisik, dan enerji yang dunakan untuk aktivitas psikis disebut enerji psikis.
Freud menyatkan bahwa pada mulanya yang memiliki enerji hanyalah das Es saja. Melalui mekanisme yang oleh Freud disebut identifikasi, energi tersebut diberikan oleh das Es kepada das Ich dan das Ueber Ich. Mekanisme perpindahan energi psikis dari das Es ked as Ich dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut.
MEMUASKAN INSTINK
PROSES - PROSES PSIKOLOGIS
ENERGI (mengamati, berpikir, mengingat, dst)
identifikasi
MEMBENTUK PEMILIHAN OBJEK BARU
MENGINTEGRASIKAN KE TIGA
Anti cathexis ASPEK KEPRIBADIAN
(fungsi eksekutif)
2) Mekanisme pertahanan ego
Menurut Freud, mekanisme pertahanan ego (ego defence mechanism) sebagai strategi yang digunakan individu untuk mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorngan das Es maupun untuk menghadapi tekanan das Uber Ich atas das Ich, dengan tujuan kecemasan yang dialami individu dapat dikurangi atau diredakan (Koeswara, 1991 : 46).
DAS ES
DAS ICH
Bagan 1 : MEKANISME PERPINDAHAN ENERJI
16
Freud menyatakan bahwa mekanisme pertahanan ego itu adalah mekanisme yang rumit dan banyak macamnya. Berikut ini 7 macam mekanisme pertahanan ego yang menurut Freud umum dijumpai (Koeswara, 1991 : 46-48).
1) Represi, yaitu mekanisme yang dilakukan ego untuk mere-dakan kecemasan dengan cara menekan dorongan-dorongan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut ke dalam ketidak sadaran.
2) Sublimasi, adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif das Es yang menjadi penyebab kecemasan ke dalam bentuk tingkah laku yang bisa diterima, dan bahkan dihargai oleh masyarakat.
3) Proyeksi, adalah pengalihan dorongan, sikap, atau tingkah laku yang menimbulkan kecemasan kepada orang lain.
4) Displacement, adalah pengungkapan dorongan yang menim-bulkan kecemasan kepada objek atau individu yang kurang berbahaya dibanding individu semula.
5) Rasionalisasi, menunjuk kepada upaya individu memutar-balikkan kenyataan, dalam hal ini kenyataan yang mengamcam ego, melalui dalih tertentu yang seakan-akan masuk akal. Rasionalissasi sering dibedakan menjadi dua : sour grape technique dan sweet orange technique.
6) Pembentukan reaksi, adalah upaya mengatasi kecemasan karena individu memiliki dorongan yang bertentangan dengan norma, dengan cara berbuat sebaliknya.
7) Regresi, adalah upaya mengatasi kecemasan dengan bertinkah laku yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangannya.
c. Perkembangan Kepribadian
1) Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian
Perkembangan kepribadian individu menurut Freud, dipengauhi oleh kematangan dan cara-cara individu mengatasi ketegangan. Menurut Freud, kematangan adalah pengaruh asli dari dalam diri manusia.
17
Ketegangan dapat timbul karena adanya frustrasi, konflik, dan ancaman. Upaya mengatasi ketegangan ini dilakukan individu dengan : identifikasi, sublimasi, dan mekanisme pertahanan ego.
2) Tahap-tahap perkembangan kepribadian
Menurut Freud, kepribadian individu telah terbentuk pada akhir tahun ke lima, dan perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan penghalusan struktur dasar itu. Selanjutnya Freud menyatakan bahwa perkembangan kepribadian berlangsung melalui 6 fase, yang berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah erogen atau bagian tubuh tertentu yang sensitif terhadap rangsangan. Ke enam fase perkembangan kepribadian adalah sebagai berikut (Sumadi Suryabrata, 1982 : 172-173).
1) Fase oral (oral stage ): 0 sampai kira-kira 18 bulan Bagian tubuh yang sensitif terhadap rangsangan adalah mulut.
2) Fase anal (anal stage) : kira-kira usia 18 bulan sampai 3 tahun. Pada fase ini bagian tubuh yang sensitif adalah anus.
3) Fase falis (phallic stage) : kira-kira usia 3 sampai 6 tahun.
Bagian tubuh yang sensitif pada fase falis adalah alat kelamin.
4) Fase laten (latency stage) : kira-kira usia 6 sampai pubertas Pada fase ini dorongan seks cenderung bersifat laten atau tertekan.
5) Fase genital (genital stage) : terjadi sejak individu memasuki pubertas dan selanjutnya. Pada masa ini individu telah mengalami kematangan pada organ reproduksi
3. Instink atau Naluri
Freud menyatakan bahwa manusia merupakan kompleks sistem energi, yang yang diperolehnya dari makanan dan dipergunakan untuk bermacam-macam hal. Bagi Freud, energi yang ada dalam diri manusia dapat berupa energi psikis maupun energi fisik. Kedua energi tersebut dapat saling dipindahkan, dari energi psikis ke energi fisik dan sebailknya (Sumadi Suryabrata, 2000 : 149). Faktor yang menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah das es dengan naluri-nalurinya. Konsep-konsep Freud tentang naluri atau instink adalah sebagai berikut.
18
a. Pengertian instink
Dalam konsep Freud, instink atau naluri adalah representasi psikologis bawaan dari eksitasi, yaitu keadaan tegang dan terangsang, pada tubuh yang diakibatkan oleh munculnya suatu kebutuhan tubuh Menurut Freud, naluri akan menghimpun sejumlah energi psikis bila suatu kebutuhan muncul, dsan pada gilirannya naluri akan mendorong individu untuk bertindak ke arah pemuasan kebutuhan yang nantinya bisa mengurangi tegangan yang ditimbulkan oleh tekanan energi psikis tersebut (Koeswara, 1991: 36).
b. Sumber instink
Sumber instink, menurut Freud adalah kondisi jasmaniah, yaitu kebutuhan. Instink muncul jika dalam individu ada kebutuhan-kebutuhan jasmani yang menghendaki pemenuhan.
c. Tujuan instink
Freud menyatakan bahwa instink itu memiliki tujuan, yaitu menghilangkan rangsangan kejasmanian, sehingga ketidak nyamanan yang timbul karena adanya tagangan dapat dapat ditiadakan (Sumadi Suryabrata, 2000: 151).
d. Objek instink
Objek instink adalah segala aktivitas yang mengantarai keinginan dan terpenuhinya keinginan tersebut. Dengan demikian objek instink tidak terbatas hanya pada bendanya tetapi juga cara-cara memenuhi kebutuhan jasmani yang muncul.
e. Sifat-sifat instink
Menurut Freud, instink memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri : 1) kon-servatif, yaitu selalu berusaha memelihara keseimbangan organisme dengan cara mengatasi keadaan tegang, 2) regresif, artinya selalu berusaha mengurangi atau menghilangkan keadaan tegang, dan 3) ber-ulang-ulang, yaitu selalu mengulangi keadaan tenang dan tegang.
19
f. Macam-macam instink
Freud menyatakan bahwa instink yang dimiliki manusia jumlahnya banyak, yang secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu instink kehidupan atau eros dan instink kematian atau thanatos (Koeswara, 1991 : 38-39).
4. Mimpi
a. Pentingnya teori tentang mimpi dalam psikoanalisis
Freud sangat tertarik dengan mimpi dan berusaha menjelaskannya dalam kerangka teori psikoanalisis. Bahkan analisis mimpi dijadikan metoda penelitian dalam psikoanalisis. Freud tertarik dengan mimpi karena sejumlah alasan berikut ini (Berry, 2001 : 33).
1) Mimpi terjadi di tengah tidur, ketika pikiran sadar melepaskan cengkeramannya dan membuatnya tanpa kekangan. Freud meman-dang mimpi sebagai manisfestasi alam tak sadar. Oleh karena itu ia menyebut mimpi sebagai via regia (jalan besar) untuk menuju alam bawah sadar.
2) Bahwa orang tak dapat dipaksa untuk mengerti tentang apa yang sedang berlangsung dalam alam ketidaksadarannya dan hanya dengan analisis mimpi dan asosiasi bebas alam tak sadar yang berhubungan dengan neurotil benar-benar dapat dimengerti.
3) Menurut Freud, mimpi seringkali berhubungan dengan masalah-masalah seksual yang berasal dari masa kanak-kanak. Masalah tersebut menurut Freud hanya bisa diselesaikan analisis mimpi dan asosiasi bebas.
4) Freud memandang semua mimpi sebagai ekspresi dari pemenuhan harapan.
b. Mekanisme mimpi
Freud menyatakan bahwa setiap mimpi memiliki isi manifest dab laten. Manifes merupakan aspek dari suatu mimpi yang secara sadar teringat, sedangkan laten adalah aspek dari mimpi yang tidak dimengerti secara sadar sebelum dilakukan analisis. Mekanisme munculnya mimpi dengan dua aspek tersebut mekanismenya menurut Freud sebagai berikut (Berry, 2001 : 36).
1) Pikiran yang sedang tidur itu mulai menciptakan mimpi dengan dasar pemenuhan harapan.
20
2) Pikiran dikejutkan oleh harapan tersebut dan melakukan penyensoran terhadapnya. Hal ini menyebabkan terjadinya distorsi pada cara munculnya harapan di dalam mimpi.
c. Metoda penafsiran mimpi
Freud menolak pandangan yang menyatakan bahwa mimpi sebagai hasil yang tidak bermakna dari proses yang dialami tubuh pada saat tidur. Ia beranggapan bahwa setiap mimpi memiliki arti. Untuk menyingkap arti mimpi, Freud menggunakan dua metoda, yaitu metoda simbolik dan metoda sandi (Berry, 2001: 39).
1) Metoda simbolik
Metoda simbolik adalah metoda penafsiran mimpi melalui pen-carian makna dari symbol-simbol yang muncul dalam mimpi (manifestasi impian).
2) Metoda sandi (decoding)
Dalam metoda sandi Freud berusaha menggunakan “kunci” yang tepat. Freud memberi catatan bahwa metoda sandi bukan metoda ilmiah karena “kunci” aslinya bisa saja salah.
Dalam bukunya yang diberi judul The Interpretation of Dream, Freud menganalisis mimpinya sendiri, karena ia merasa bahwa kliannya yang menderita neurosis mungkin saja mempunyai mimpi yang tidak mewakili “normanya” selain itu, untuk menganalisis mimpi klien berarti meng-ekspos hal-hal yang bersifat rahasia dari pasien. Berkenaan dengan penafsiran mimpi, Freud telah memberikan saran-saran yang bermanfaat sebagai berikut (Berry, 2001: 40).
1) Menafsirkan mimpi merupakan suatu kerja keras yang membu-tuhkan ketekunan.
2) Setelah analisis terhadap suatu mimpi selesai dilakukan hendaknya hasilnya diendapkan terlebih dahulu. Wawasan yang segar bisa saja muncul belakangan.
3) Mimpi seringkali terjadi dalam kelompok-kelompok yang memiliki temna yang serupa. Suatu wawasan yang muncul dalam sebuah mimpi mungkin dapat mengungkap keseluruhan rangkaian mimpinya.
4) Sesuatu yang tampaknya dangkal atau remeh di dalam suatu mimpi mungkin sebenarnya merupakan suatu wawasan mendalam yang tersembunyi.
21
5) Penting bagi analis untuk memberikan perhatian terhadap semua komentar klien betapapun kelihatannya remeh.
5. Kecemasan
Manusia merupakan organisme yang tentu saja tidak bisa lepas dari lingkungan. Dari lingkungan, individu dapat memenuhi berbagai kebu-tuhannya. Dan dari lingkungan pula individu dapat mengalami kecemasan (anxiety).
a. Macam-macam kecemasan
Freud membedakan kecemacam menjadi tiga macam, yaitu kece-masan realistis, kecemasan neurotis, dan kecemasan moral (Surya-brata, Koeswara, 1991 : 45).
1) Kecemasan realistis
Kecemasan realistis adalah kecemasan atau ketakutan individu terhadap bahaya-bahaya nyata yang ada di lingkungannya, misalnya binatang buas, orang jahat, dst.
2) Kecemasan neurotis
Kecemasan neurotis adalah kecemasan yang timbul karena tidak terkendalinya dorongan-dorongan primitive (das Es) oleh das Ich yang nantinya bisa mendatangkan hukuman.
3) Kecemasan moral
Kecemasan moral merupakan kecemasan yang terjadi akibat tekanan das Ueber Ich pada das Ich. Tekanan terbut muncul karena individu telah melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip moral.
b. Fungsi kecemasan
Freud menyatakan bahwa kecemasan tidak selalu berarti negatif tetapi dapat berfungsi positif, yaitu sebagai peringatan akan dating-nya bahaya atau sesuatu yang tak diharapkan. Dengan adanya peringatan tersebut maka akan muncul tindakan-tindakan tertentu untuk mengatasinya.
22
c. Dampak negatif kecemasan
Kecemasan atau ketakutan yang tidak dapat dikuasai dengan tindakan-tindakan yang efektif disebut ketakutan traumatis (Suryabrata, 2000 : 162). Ketakutan yang demikian itu, menurut Freud, akan membawa individu yang bersangkutan kepada ketidak berdayaan yang infantile. Sebenarnya, demikian menurut Freud (Suryabrata, 2000: 162), prototipe dari semua ketakutan manusia adalah trauma kelahiran. Bayi yang baru lahir, kata Freud, sudah dihadapkan dengan berbagai stimuli-stimuli yang yang sangat berat bagi dirinya.
6. Mourning dan Melancholia
Konsepsi Freud tentang mourning (keberkabungan) dan melancholia (depresi berat) dikemukakan dalam tulisan yang berjudul Mourning and Melancholia (1915). Freud menyatakan bahwa mourning dan melancholia sering dialami oleh orang yang bercerai atau pasangannya meninggal dunia. Adapun manisfestasi dari kedua gejala tersebut adalah sebagai berikut (Berry, 2001: 84-85).
a. Individu yang bersangkutan mengutuk diri sendiri untuk apa yang telah terjadi, dan iapun berusaha menghancurkan diri sendiri, atau bahkan bunuh diri.
b. Individu yang bersangkutan menarik diri dari dunia luar, seperti halnya dalam nacissisme, tetapi kali ini dirinya dilihatnya begitru buruk, tak berharga, kotor, dan sebagainya.
c. Keberkabungan (mourning) yang parah dapat menyembunyikan rasa benci yang direpresi terhadap pasangannya yang “hilang” tersebut. Orang yang telah tidak ada tersebut diidentifikasikan dengan ego penderita, sehingga kebencian berubah menjadi kebencian terhadap diri sendiri. Freud menyebut gejala ini sebagai introyeksi.
d. Penderita mungkin kembali ke dalam keadaan kanak-kanak, dengan ditandai oleh dominannya gigitan, buang air, dst.
7. Psikopatologi
Freud memandang psikopatologi sebagai masalah dalam perkembangan, yaitu terganggunya kepribadian individu pada saat melewati tahap-tahap psikoseksual. Bagi Freud, perkembangan kepribadian sebagai sesuatu yang komulatif, sehingga gangguan pada masa awal
23
perkembangan akan menjadi peristiwa traumatik yang berpengaruh sampai individu dewasa. Psikopatologi menurut psikoanalisis ada beberapa jenis yaitu : histeria, fobia, obsesi- kompulsi, depresi, dan ketagihan obat (Alwisol, 2005 : 45).
a. Histeria
Histeria merupakan gangguan fisik, misalnya lumpuh, tuli, buta, dst. Yang penyebabnya bukan factor jasmaniah tetapi factor kejiwaan. Menurut Freud hysteria merupakan transformasi dari konflik-konflik psikis menjadi malfungsi fisik.
b. Fobia
Fobia adalah ketakutan yang tidak realistis. Freud memandang gangguan ini sebagai dampak dari kecemasan yang dialihkan, bisa berupa kecemasan yang berkaitan dengan impuls seksual maupun kecemasan akibat peristiwa traumatis.
c. Obsesi-kompulsi
Obsesi adalah ide tertentu yang selalu melekast pada diri seseorang sedangkan kompulasi adalah dorongan (bersifat paksaan dari dalam) untuk melakukan tindakan tertentu, yang sebenarnya tidak perlu, secara berulang-ulang .
d. Depresi
Depresi merupakan gangguan jiwa dengan gejala-gejala perasaan tidak mampu, tidak berguna dan berharga. Menurut Freud, depresi berakar pada kehilangan cinta berkenaan dengan oedipus complex, sehingga dia marah pada diri sendiri
e. Ketergantungan pada alcohol dan obat-obatan
Menurut Freud ketergantungan seseorang pada alkohol maupun obat-obatan dilator belakangi oleh instink kematian (thanatos) yang ada pada orang yang bersangkutan.
D. Psikoanalisis sebagai Teknik Terapi
Telah dikekemukakan di bagian depan bahwa teori psikoanalisis (psikoanalisis sebagai aliran) psikologi dibangun berdasarkan data-data yang diperoleh Freud dari praktik kedokteran, khususnya dalam penanganan histeria. Meskipun Freud menyatakan bahwa apa yang ia lakukan tujuan utamanya untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang perilaku manusia, dan bukan untuk mendapatkan cara yang paling tepat dalam penanganan gangguan jiwa, tetapi tetapi diakui bahwa psikoanalisis juga merupakan teknik terapi. Teknik terapi
24
yang dikembangkan Freud berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para pendahulunya. Dan ternyata apa yang ia lakukan mendapatkan pengakuan dari kalangan yang terkait bahkan menjadi dasar dalam psikoterapi modern.
1. Tujuan psikoterapi
Psikoterapi dilakukan Freud bukan semata-mata untuk menghilangkan sindrom yang tidak dikehendaki, tetapi yang terutama ditujukan untuk memperkuat ego (das Ich) sehingga mampu mengendalikan dorongan-dorongan dari das Es dan memperbesar kemampuan individu untuk berkarya. Dalam psikoterapi klien dilatih bagaimana dorongan-dorongan agresif dan seksual, bagaimana mengarahkan keinginan dan bukan diarahkan oleh keinginan.
2. Ciri-ciri Teknik Terapi Freud
Terapi Freud lebih berpengaruh bila dibandingkan teknik terapi yang dikembangkan oleh ahli lainnya. Teknik terapi Freud memiliki karakteristik tertentu yaitu (Boeree, 2005 : 354-355, Alwisol, 2005: 46).
a. Dilaksanakan dalam suasana santai
Terapi dilakukan Freud dalam suasana santai. Suasana seperti itu diciptakan Freud melalui penataan ruang, warna dinding, penca-hayaan, dst yang dibuat sedemikian rupa sehingga pasien betul-betul merasa nyaman dan betah berada di ruang tersebut. Dengan suasana santai Freud berharap konflik-konflik yang telah ada di alam tidak sadar akan mudah muncul kea lam sadar.
b. Klien diberi kebebasan
Dalam terapi Freud, klien dibebaskan untuk bicara apa saja, termasuk menangis, menjerit, mengumpat, dst Jika klien mengalami bloking atau kebuntuan Freud berusaha membantu sehingga terjadilah asosiasi antara apa yang ada dalam alam tak sadar dengan apa yang berikan oleh terapis.
c. Waktu pelaksanaan
Pertemuan terapeutik, pertemuan antara klien dan terapis dalam psikoterapi, biasanya dilakukan 4 atau 5 kali seminggu(1 sampai 2 jam pertemuan), selama 2 sampai 3 tahun.
25
3. Teknik-teknik yang Dipakai Freud dalam Terapi
Ada beberapa teknik yang dipakai Fredu dalam psikoterapinya, yaitu asosiasi bebas, analisis mimpi, parapraxies atau Freudian slips, interpretasi, alasisis tesisten, tranferensi dan pengulangan (Alwisol, 2005:46). Berikut penjelasan singkat untuk teknik-teknik tersebut.
a. Asosiasi bebas
Dalam asosiasi bebas klien dipersilakan mewngemukakan apa saja yang terlintas dalam isi jiwanya, tidak peduli apakah hal itu remeh, memalukan, tidak logis, ataupun kabur. Dari ungkapan kesadaran tanpa sensor ini terapis memahami masalah kliennya. Asosiasi bebas dikembangkan Freud dan diterapkan dalam psikoterapi berdasarkan tiga asumsi (Alwisol, 2005 : 46 – 47), yaitu:
1) apa saja yang dikatakan dan dilakukan seseorang sekarang, mempunyai makna dan berhubungan dengan perkataan dan perbuatannya dimasa lalu;
2) materi yang ada dalam ketidak sadaran berpengaruh penting terhadap tingkah laku;
3) materi yang ada dalam ketidak sadaran dapat dibawa ke kesadaran dengan mendorong ekspresi bebas setiap kali hal itu muncul ke dalam pikiran.
Menurut Freud, meskipun klien menghalangi topic tertentu dan berusaha menyembunyikannya, suatu saat terbentuk rantai aso-siasi yang membuat terapis dapat memahami konflik yang telah terjadi pada klien.
b. Analisis mimpi
Ketika seseorang tidur control kesadaran terhadap ketidak sadaran menjadi lemah sehingga ketidak sadaran berusaha muncul keeper-mukaan dalam bentuk mimpi. Dengan memahami makna mimpi berarti dapat dipahami pula aspek-aspek ketidak sadaran yang berhu-bungan dengan konflik yang terjadi.
c. Freudian slips
Freudian slips atau parapraxes adalah gejala salah ucap, salah membaca, salah dengar, salah meletakkan objek, dan tiba-tiba lupa. Bagi Freud gejala-gejala tersebut bukan bersifat kebetulan, tetapi
26
berhubungan erat dengan ketidak sadaran. Dengan menganalisis ge-jala-gejala tersebut akan terungkap gambaran mental yang ada diba-liknya.
d. Interpretasi
Dalam interpretasi terapis mengenalkan kepada klien makna yang tidak disadari dari pikiran perasaan, dan keingingannya.
e. Analisis resistensi
Resistensi adalah mekanisme pertahanan dari klein untuk tidak mengungkapkan topik tertentu kerana alasan tertentu pula. Oleh karena itu dengan menganalisis apa yang ingin disembunyikan klien akan dapat diperoleh informasi yang sangat penting berkenaan dengan masalah yang pernah dialami klien.
f. Tranferensi
Transferensi adalah pengungkapan isi ketidak sadaran yang ter-simpan sejak masa kanak-kanak dengan memakai terapis senagai medianya.
g. Pengulangan
Pengulangan atau working through berupa tindakan menginter-pretasi dan mengidentifikasi masalah klien, mengulang resistensi dan transferensi, pada seluruh aspek pengalaman kejiwaan. Tindakan ini dilakukan secara berulang-ulang sampai terapis menemukan akar permasalah yang menyebabkan klien mengalami gangguan.
27
PSIKOLOGI INDIVIDUAL
A. Alfred Adler sebagai Pendiri Psikologi Individual
Alfred Adler dilahirkan di Wina pada tanggal 7 Februari 1870 sebagai anak ketiga. Ayahnya adalah seorang pengusaha. Sewaktu kecil Adler merupakan anak yang sakit-sa-kitan. Ketika berusia 5 tahun dia nyaris tewas akibat pneumonia. Pengalaman tidak menye-nangkan berkaitan dengan kesehatan inilah yang kemudian mendorong dirinya untuk menjadi dokter. Adler lulus sebagai dokter dari Universitas Wina tahun 1895.
Adler memulai karirnya sebagai seorang optalmologis, tetapi kemudian dirinya beralih pada praktik umum di daerah kelas bawah di Wina, sebuah tempat percampuran tempat bermain dan sirkus sehingga banyak pasien-nya yang pekerjaannya sebagai pemain sirkus. Kekuatan dan kelemahan para pemain sirkus inilah yang mengilhami dia mengembangkan kosep tentang inferioritas dan kompensasi.
Dari praktik umum kedokteran, Adler selanjutnya beralih pada psikiatri, dan pada tahun 1907 dia bergabung dengan kelompok diskusi Freud. Kemampuan menonjol yang ada pada Adler menghantar dirinya menjadi ketua Masyarakat Psikoanalisis Wina (Vienesse Analitic Society) dan ko-editor dari terbitan organisasi ini.
Meskipun Adler oleh Freud dipercaya untuk memimpin organisasi psikoana-lisis bukan berarti Adler selalu sependapat dengan Freud. Dia berani mengkritik pandangan-pandangan Freud. Perbedaan pandangan-pandangan Adler dan Freud yang tidak bisa mencapai titik temu kemudian ditindak lanjuti dengan perdebatan antara pendukung kedua tokoh tersebut yang berakhir dengan keluarnya Adler
Bab 3
Gambar 4 : Alfred Adler
28
bersama 9 orang pendukungnya dari organisasi psikoanalisis. Mereka kemudia mendirikan organisasi yang mereka beri nama The Society for Free Psychoanalysis pada tahun 1911 dan tahun berikutnya organisasi ini namanya berubah menjadi The Society for Individual Psychology (Boeree, 2005 : 149).
B. Psikologi Individual sebagai Aliran Psikologi
Menurut Adler manusia itu dilahirkan dalam keadaan tubuh yang lemah. Kondisi ketidak berdayaan ini menimbulkan perasaan inferior (merasa lemah atau tidak mampu) dan ketergantungan kepada orang lain. Manusia, menurut Adler, merupakan makhluk yang saling tergantung secara sosial. Perasaan bersatu dengan orang lain ada sejak manusia dilahirkan dan menjadi syarat utama kesehatan jiwanya. Berdasarkan paradigma tersebut kemudian Adler mengembangkan teorinya yang secara ringkas disajikan pada uraian berikut.
1. Individualitas sebagai pokok persoalan
Adler memilih nama Individual psychology dengan harapan dapat menekankan keyakinannya bahwa setiap orang itu unik dan tidak dapat dipecah (Alwisol, 2005: 90). Psikologi individual menekankan kesatuan kepribadian. Menurut Adler setiap orang adalah suatu konfigurasi motif-motif, sifat-sifat, serta nilai-nilai yang khas, dan setiap perilakunya menunjukkan corak khas gaya kehidupannya yang bersifat individual, yang diarahkan pada tujuan tertentu
2. Kesadaran dan Ketidak Sadaran
Adler memandang unitas (kesatuan) kepribadian juga terjadi antara kesadaran dan ketidak sadaran (Alwisol, 2005 : 92). Menurut Adler, tingkah laku tidak sadar adalah bagian dari tujuan final yang belum terformulasi dan belum terpahami secara jelas. Adler menolak pandangan bahwa kesadaran dan ketidak sadaran adalah bagian yang bekerja sama dalam sistem yang unify. Pikiran sadar, menurut Adler, adalah apa saja yang dipahami dan diterima individu serta dapat membantu perjuangan mencapai keberhasilan., sedangkan apa saja yang tidak membantu hal tersebut akan ditekan ke ketidak sadaran, apakah pikiran itu disadari atau tidak tujuannya satu yaitu untuk menjadi super atau mencapai keberhasilan. Jika Freud memakai gunung es sebagai ilustrasi yang menggambarkan hubungan dan perbandingan antara alam sadar dan alam tak sadar, Adler memakai ilustrasi
29
mahkota pohon dan akar, keduanya berkembang ke arah yang berbeda untuk mencapai kehidupan yang sama.
Gambar 5 : STUKTUR KEJIWAAN MANUSIA MENURUT ADLER
(sumber : Alwisol, 2005 :91)
3. Dua dorongan pokok
Dalam diri setiap individu terdapat dua dorongan pokok, yang mendorong serta melatar belakangi segala perilakunya, yaitu :
a. Dorongan kemasyarakatan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan orang lain;
b. Dorongan keakuan, yang mendorong manusia bertindak untuk kepentingan diri sendiri.
4. Perjuangan menjadi sukses atau ke arah superior
Individu memulai hidupnya dengan kelemahan fisik yang menimbulkan perasaan inferior. Perasaan inilah yang kemudian menjadi pendorong agar dirinya sukses dan tidak menyerah pada inferioritasnya. Adler berpendapat bahwa manusia memulai hidup dengan dasar kekuatan perjuangan yang diaktifkan oleh kelemahan fisik neonatal (Alwisol, 2005 : 95). Kelemahan fisik menimbulkan perasaan inferior. Individu yang jiwanya tidak sehat mengembangkan perasaan inferioritasnya secara berlebihan dan berusaha mengkompensasikannya dengan membuat tujuan menjadi superioritsd
30
personal. Sebaliknya, orang yang sehat jiwanya dimotivasi oleh perasaan normal ketidak lengkapan diri dan minat sosial yang tinggi. Mereka berjuang menjadi sukses, mengacu kekesempurnaan dan kebahagiaan siapa saja. Alwisol (2005 : 96) meringkas konsep Adler tentang perjuangan mencapai tujuan final sebagai kompensasi pribadi dan sebagai perkembangan minat sosial dalam diagram alur berikut ini.
Bagan 2 : PERJUANGAN MENCAPAI TUJUAN FINAL
(Sumber : Alwisol, 2005 : 96)
TUJUAN FINAL DIPERSEPSI KABUR
SUPERIORITAS
PRIBADI
KEUNTUNGAN
PRIBADI
PERASAAN TAK LENGKAP YG BERLEBIHAN
TUJUAN FINAL DIPERSEPSI JELAS
SUKSES
MINAT
SOSIAL
PERASAAN TAK LENGKAP YANG NORMAL
PERASAAN INFERIOR
KELEMAHAN FISIK
KEKUATAN PERJUANGAN YANG DIBAWA SEJAK LAHIR
PERJUANGAN
MENJADI
SUPERIOR
PERJUANGAN
MENJADI
SUKSES
31
5. Gaya Hidup (style of life)
Menurut Adler setiap orang memiliki tujuan, merasa inferior, berjuang menjadi superior. Namun setiap orang berusaha mewujudkan keinginan tersebut dengan gaya hidup yang berbeda-beda. Adaler menyatakan bahwa gaya hidup adalah cara yang unik dari setiap orang dalam berjuang mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan oleh yang bersangkutan dalam kehidupan tertentu di mana dia berada (Alwisol, 2005 : 97).
Gaya hidup, menurut Adler, telah terbentuk pada usia 4 – 5 tahun. Gaya hidup seseorang tidak hanya ditentukan oleh kemampuan intrinsik (hereditas) dan lingkungan objektif, tetapi dibentuk oleh yang bersangkutan melalui pengamatannya dan interpretasinya terhadap keduanya.
Bagi Adler, gaya hidup itu tidak mudah berubah. Ekspresi nyata dari gaya hidup mungkin berubah tetapi dasar gayanya tetap sama, kecuali individu menyadari kesalahannya dan secara sengaja mengubah arah tujuannya
6. Minat Sosial (social interest)
Adler berpendapat bahwa minat sosial adalah bagian dari hakikat manusia dalam dalam besaran yang berbeda muncul pada tingkah laku setiap orang. Minat sosial membuat individu mampu berjuang mengejar superioritas dengan cara yang sehat dan tidak tersesat ke salah suai. Bahwa semua kegagalan, neurotik, psikotik, kriminal, pem,abuk, anak bermasalah, dst., menurut Adler, terjadi karena penderita kurang memiliki minat sosial.
7. Kekuatan Kreatif Self (creative power of the self)
Self kreatif merupakan puncak prestasi Adler sebagai teoris kepribadian (Awisol, 2005 : 98). Menurut Adler, self kreatif atau kekuatan kreatif adalah kekuatan ketiga yang paling menentukan tingkah laku (kekutatan pertama dan kedua adalah hereditas dan lingkungan).
Self kreatif, menurut Adler, bersifat padu, konsisten, dan berdaulat dalam struktur kepribadian. Keturunan kekmberi kemampuan tertentu, lingkungan memberi imresi atau kesan tertentu. Self kreatif adalah sarana yang mengolah fakta-fakta dunia dan menstranformasikan fakta-fakta itu menjadi kepribadian yang bersifat subjektif, dinamis, menyatu, personal dan unik. Self kreatif memberi arti kepada kehidupan, menciptakan tujuan maupun sarana untuk mencapainya.
32
8. Konstelasi Keluarga
Konstelasi berpengaruh dalam pembentukan kepribadian. Menurt Adler, kepribadian anak pertama, anak tengah, anak terakhir, dan anak tunggal berbeda, karena perlakuan yang diterima dari orang tua dan saudara-saudara berbeda.
9. Posisi Tidur dan Kepribadian
Hidup kejiwaan merupakan kesatuan antara aspek jiwa dan raga dan tercermin dalam keadaan terjada maupun tidur. Dari observasi yang telah dilakukan terhadap para pasiennya Adler menarik kesimpulan bahwa ada hubungan posisi tidur seseorang dengan kepribadiannya (Masrun, 1977 : 43-44)..
a. Tidur terlentang, menunjukkan yang bersangkutan memiliki sifat pemberani dan bercita-cita tinggi.
b. Tidur bergulung (mlungker), menunjukkan sifat penakut dan lemah dalam mengambil keputusan.
c. Tidur mengeliat tidak karuan, menunjukkan yang bersangkutan memiliki sifat yang tidak teratur, ceroboh, dst.
d. Tidur dengan kaki di atas bantal, menunjukkan orang ini menyukai petualangan.
e. Tidur dilakukan dengan mudah, berarti proses penyesuaian dirinya baik.
10. Kompleks Inferioritas dan Neurosis
Kompleks inferioritas adalah perasaan yang berlebihan bahwa dirinya merupakan orang yang tidak mampu. Adler menyatakan bahwa gejala tersebut paling sedikit disebabkan oleh tiga hal, yaitu : a. Memiliki cacat jasmani, b. Dimanjakan, dan c. dididik dengan kekerasan (Masrun, 1977 46).
Tanda-tanda bahwa seorang anak mengidap kompleks inferioritas adalah gagap dan buang air kecil waktu tidur (ngompol). Menurut pandangan Adler, kompleks inferioritas bukan persoalan kecil, melainkan sudah tergolong neurosis atau gangguan jiwa, artinya masalah tersebut sama besarnya dengan masalah kehidupan itu sendiri. Orang yang menunjukkan dirinya penakut, pemalu, merasa tidak aman, ragu-ragu, dst. adalah orang yang mengidap kompels inferioritas (Alwisol, 2005 : 162).
33
11. Perkembangan Abnormal
Adler merupakan tokoh yang menaruh perhatian pada perkembangan abnormal individu. Gagasan-gagasan Adler (Alwisol, 2005: 99-100) tentang perkembangan abnormal adalah sebagai sebagai berikut.
Minat sosial yang tidak berkembang menjadi faktor yang melatar belakangi semua jenis salah suai atau maladjusment Di samping minat sosial yang buruk, penderita neurosis cenderung membuat tujuan yang terlalu tinggi, memakai gaya hidup yang kaku, dan hidup dalam dunianya sendiri. Tiga ciri ini mengiringi minat sosial yang buruk. Pengidap neurosis memasang tujuan yang tinggi sebagai kompensasi perasaan inferioritas yang berlebihan.
Adler menidentifikasi bahwa ada tiga faktor yang membuat individu menjadi salah suai, yaitu cacat fisik yang parah, gaya hidup yang manja, dan gaya hidup diabaikan.
a. Cacat fisik yang parah
Cacat fisik yang parah, apakah dibawa sejak lahir atau akibat kecelakaan, dan penyakit, tidak cukup untuk membuat salah suai. Bila cacat tersebut diikuti dengan perasaan inferior yang berlebihan maka terjadilah gejala salah suai.
b. Gaya hidup manja
Gaya hidup manja menjadi sumber utama penyebab sebagian neurosis. Anak yang dimanja mempunyai minat sosial yang kecil dan tingkat aktivitas yang rendah. Ia menikmati pemanjaan dan berusaha agar tetap dimanja, dan mengembangkan hubungan parasit dengan ibunya ke orang lain. Ia berharap orang lain memperhatikan dirinya, melindunginya, dan memuaskan semua keinginannya yang mementingkan diri sendiri. Gaya hidup manja seseorang mudah dikenali dengan ciri-ciri : sangat mudah putus asa, selalu ragu, sangat sensitif, tidak sabaran, dan emosional.
c. Gaya hidup diabaikan
Anak yang merasa tidak dicintai dan tidak dikehendai, akan mengembangkan gaya hidup diabaikan. Diabaikan, menurut Adler, merupakan konsep yang relatif, tidak ada orang yang merasa mutlak diabaikan. Ciri-ciri anak yang diabaikan mempunyai banyak
34
persamaan dengan anak yang dimanjakan, tetapi pada umumnya anak yang diabaikan lebih dicurigai dan berbahaya bagi orang lain.
12. Kecenderungan Pengamanan (Safeguarding)
Pandangan Adler tentang neurosis juga dikemukaan berkenaan dengan kecenderungan pengamanan (Alwisol, 2005 : 101-102). Semua penderita neurosis berusaha menciptakan pengamanan terhadap harga dirinya.
a. Perbedaan kecenderungan pengamanan dengan mekanisme pertahanan
Konsep kecenderungan pengamanan dari Adler mirip dengan konsep mekanisme pertahanan diri yang dikemukakan oleh Freud. Keduanya merupakan gejala-gejala yang terbentuk sebagai proteksi terhadap self atau ego. Namun ada beberapa perbedaan antara keduanya.
1) Mekanisme pertahanan melindungi ego dari kecemasan ins-tinktif, sedang kecenderungan pengamanan melindungi self dari tuntutan luar.
2) Mekanisme pertahanan ego merupakan gejala umum yang dapat dialami oleh setiap individu, sedangkan kecenderungan pengamanan merupakan salah satu gejala neurosis, walaupun mungkin saja setiap individu, normal atau abnormal, memakai kecenderungan itu untuk mempertahankan harga diri.
3) Mekanisme pertahanan ego beroperasi pada tingkat tak sadar, sedangkan kecenderungan pengamanan bekerja pada tingkat sadar dan tidak sadar
b. Bentuk-bentuk kecenderungan pengamanan
Psikologi individual menganalisis bahwa penderita neurosis takut tujuan menjadi personal yang dikejarnya terungkap sebagai kesalahan dan selanjutnya diiuti dengan hilangnya penghargaan dari masyarakat. Untuk mengkompensasi khayalan ini, individu membangunan kecenderungan pengamanan, yang bentuknya dapat berupa sesalan, agresi, dan menarik diri (Alwisol, 2005 : 102-103).
1) Sesalan
Sesalan „ya, tetapi“ (yes, but), dipakai untuk mengurangi bahaya harga diri yang jatuh karena melakukan hal yang
35
berbeda dengan orang lain. Sesalan „sesungguhnya, kalau“ (if, only) dipakai untuk melingdungi perasaan lemah dari harga diri, sdan menipu orang lin untuk percaya bahwa mereka sesungguhnya lebih superior dari kenyataan yang ada sekarang.
2) Agresi
Penderita neurosis memakai agresi untuk pengamanan kompleks superior yang berlebihan, melindungi harga diri yang rentan. Adler membedakan agresi menjadi tiga macam, yaitu depreciation, accusation, dan self-accusation
a) Depreciation (merendahkan), adalah kecenderungan meni-lai rendah prestasi orang lain dan menilai tinggi prestasi diri sendiri.
b) Accusation (menuduh), adalah kecenderungan menya-lahkan orang lain atas kegagalan yang dilakukannya sendiri, dan kecenderungan untuk mencari pembalasan dendam, sehing-ga mengamankan kelemahan harga dirinya.
c) Self-accusation (menuduh diri sendiri), ditandai dengan usaha untuk menyiksa diri sendiri dan perasaan berdosa.
3) Menarik diri (withdrawl)
Witdrawl adalah kecenderungan untuk malarikan diri dari kesulitan berupa tindakan manarik diri dari aktivitas dan ling-kungan sosial. Ada 4 jenis witdrawl, yaitu : moving backward, satnding-still, hesitating, dan constructing obstacle
a) Moving backward (mundur), adalah gejala yang mirip dengan regresi yang dikemukakan Freud, yaitu kembali ketahap perkembangan sebelumnya.
b) Standing-still (diam di tempat), mirip dengan konsep Freud, fiksasi. Untuk menghindari kecemasan akibat kegagalan, individu mengambil keputusan tidak melakukan tindakn tertentu.
c) Hesitating (ragu-ragu), berhubungan erat dengan diam ditempat. Ada orang yang bimbang ketika menghadapi masalah yang dianggap sulit. Mengulur waktu dijadikan cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
36
d) Constructing obstacle (membangun penghalang), meru-pakan bentuk menarik diri yang pang ringan, mirip dengan sesalan ”if, only”. Dalam menghadapi p[ersolana individu menciptakan khayalan tentang suatu penghalang dan keberhasilan dalam mengatasi persolan tersebut.
B. Psikologi Individual sebagai Teknik Terapi
Sebagai seorang psikiater, Adler sehari-harinya tidak terlepas dari urusan psikopatologi. Dia berpendapat bahwa psikopatologi merupakan akibat dari kurangnya keberanian , perasaan inferior yang berlebihan, dan minat sosial yang kurang berkembang (Alwisoal, 2005 : 106). Pandangan tersebut dijadikan landasan dalam melakukan psikoterapi. Adapun ciri-ciri psikoterapi Adler adalah sebagai berikut (Alwisol, 2005 : 106-109; Boeree, 2005 : 171-172).
1. Prinsip Psikoterapi
Prinsip yang dipegang Adler dalam melakukan psikoterapi adalah sebagai berikut :
a. Terapis hendaknya tidak bersikap otoriter terhadap pasiennya.
b. Terapis hendaknya secara perlahan-lahan membawa pasiennya ke arah pemahaman akan gaya hidup pasien yang sebenarnya dan hal ini dilakukan bukan dengan paksaan.
c. Terapis harus memberikan dorongan kepada pasien akan kesadaran sosial dan memberi kekuatan padanya untuk menjalani kehidupan sosial.
2. Tujuan Psikoterapi
Tujuan utama psikoterapi Adler adalah meningkatkan keberanian, mengurangi perasaan inferior, dan mendorong berkembangnya minat sosial pasien. Adler menyadari bahwa tugas ini tidak mudah karena pasien atau klien berjuang untuk mempertahankan keadaannya sekarang, yang dipan-dangnya menyenangkan.
3. Teknik-teknik Psikoterapi
Seperti halnya Freud dan Jung, dalam melakukan psikoterapi, Adler juga menggali masa lalu dan melakukan analisis terhadap mimpi pasien untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang kepribadian pasien (Alwisol, 2005: 108-109)..
37
a. Menggali masa lalu (early recollections)
Adler berpendapat bahwa ingatan masa lalu seseorang selalu konsisten dengan gaya hidupnya sekarang, dan pandangan subjektif yang bersangkutan terhadap pengalaman masa lalunya menjadi petunjuk untuk memahami tujuan final dan gaya hidupnya. Oleh karena itu Adler berusaha mengungkap faktor penyebab gangguan jiwa dengan mempelajari masa lalu pasien terutama pada kanak-kanak.
b. Analisis mimpi
Menurut Adler, gaya hidup seseorang juga terekspresikan dalam mimpi. Adler menolak pandangan Freud bahwa mimpi adalah ekpresi keinginan masa kecil. Menurut Adler, mimpi bukan pemuas keinginan yang tidak diterima ego, tetapi merupakan bagian dari usaha si pemimpi untuk memecahkan masalah yang tidak disenangi atau masalah yang tidak dikuasainya ketika sadar.
Mimpi, menurut Adler, adalah usaha dari ketidak sadaran untuk menciptakan suasana hati atau keadaan emosional sesudah bangun nanti, yang bisa memaksa si pemimpi melakukan kegiatan yang semula tidak dikerjakan (Alwisol, 2005: 109).
38
PSIKOLOGI ANALITIS
A. Carl Gustav Jung sebagai Pendiri Psikologi Analitis
Psikologi analitis merupakan aliran psikologi dinamis yang dikembangkan oleh Carl Gustav Jung. Jung dilahirkan pada 26 Juli 1875 di sebuah desa di Swiss bernama Kassewill. Ayahnya bernama Paul Jung, seorang pendeta di desanya. Sedangkan ibunya bernama Emilie Preiswerk.
Pada mulanya Jung tertarik untuk mempe-lajari arkeologi dan palaentologi namun ia akhirnya memutuskan utnuk kuliah pada fakultas kedokteran. Karena bekerja dengan neurolog terkenal, Karft-Ebing, ia kemudian menetapkan psikiatri sebagai karier pilihannya.
Setelah sekian lama mengagumi Freud, baru pada tahun 1907 Jung dapat bertemu dengan tokoh psikoanalisis tersebut. Dampak pertemuan rersebut sangat besar bagi kedua pemikir tersebut. Freud akhirnya menyadari bahwa adalah putra mahkota psikoanalisis dan pewaris tahtanya (Boeree, 2005: 365).
Tetapi Jung tidak sepenuhnya setuju dengan konsepsi-konsepsi Freud. Hubungan mereka bahkan putus pada tahun 1909. Perbedaan pandangan Jung dengan Freud terutama menyangkut hal-hal sebagai berikut (Alwisol, 2005 : 51). Pertama, Jung menolak pandangan Freud mengenai pentingnya seksualitas. Menurut Jung, kebutuhan seks setara dengan kebutuhan-kebutuhan lain dari manusia seperti makan, spiritual dan religius. Kedua, Jung menentang pandangan mekanistis terhadap dunia dari Freud, bagi Jung tingkah laku manusia dipicu bukan saja oleh pengalaman masa lalunya tetapi juga oleh pandangan individu yang bersangkutan tentang masa depan, tujuan, dan aspirasinya. Ketiga, Jung
Bab 4
Gambar 6 : C.G. Jung
39
mengemukakan teori kepribadian yang bersifat racial atau phylogenic yang ditentang Freud.
Perbedaan pandangan antara Jung dengan dengan Freud akhirnya tidak bisa diatasi yang kemudian diakhiri mundurnya Jung dari organisasi psikoanalisis. Selanjutnya dia mengembangkan konsep dan teorinya sendiri melalui aliran psikologi yang dia beri nama analitical psychology (psikologi analitis).
Setelah perang dunia pertama berakhir, Jung melakukan perjalanan ke berbagai negara, misalnya saja ke wilayah Afrika, Amerika, dan Idia, dimana suku-suku primitif tinggal. Jung pensiun tahun 1946 dan mulai menarik diri dari kehidupan umum setelah isterinya wafat. Tokoh psikologi analitis ini meinggal di Zurich pada tanggal 6 Juni 1961.
B. Psikologi Analistis sebagai Aliran Psikologi
Psikologi Analitis tergolong sebagai psikologi dalam atau psikologi dinamis karena pengakuannya tentang ketidak sadaran dalam konteks perilaku manusia. Sebagai aliran psikologi, psikologi analitis mengajukan konsepsi-konsepsi mengenai kepribadian, mimpi, neurosis, fungsi agama, dst. Berikut dikemukakan beberapa konsepsi psikologi analitis secara ringkas.
1. Kepribadian
a. Struktur kepribadian
Menurut Jung, kepribadian atau psyche adalah mencakup keseluruhan pikiran, perasaan, tingkah laku, kesadaran dan ketidak sadaran. Jung menyatakan bahwa kepribadian tersusun dari sejumlah sistem yang beroperasi dalam tiga tingkat kesadaran : ego beroperasi pada tingkat sadar, kompleks beroperasi pada tingkat tak sadar pribadi, dan arsetip beroperasi pada tingkat tak sadar kolektif (Alwisoal, 2005: 52-56)..
1) Kesadaran dan ego
Jung berpendapat bahwa kesadaran muncul pada awal kehidupan, bahkan mungkin sebelum individu dilahirkan. Secara umum kesadaran bayi yang umum-kasar, menjadi semakin spesifik ketika bayi itu mengenal manusia dan objek sekitarnya. Menurut Jung, hasil pertama dari diferensiasi kesadaran adalah ego dan sebagai organisasi kesadaran ego berperan penting dalam menentukan persepsi, pikiran, perasaan, dan ingatan yang bisa masuk kesadaran (Alwisol, 2005: 52). Tanpa seleksi ego, menurut
40
Jung, jiwa manusia menjadi kacau karena terbanjiri oleh pengalaman yang semua bebas masuk ke kesadaran.
Menurut Jung, kesadarn mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap jiwa (Sumadi Suryabrata, 2000 : 185). Penjelasan mengenai kedua komponen tersebut diuraikan berikut ini.
a) Sikap jiwa, adalah arah enerji psikis (libido) yang menjelma dalam bentuk orientasi manusia terhadap dunianya. Sikap jiwa dibedakan menjadi :
(1) Sikap ekstrovert
 libido mengalir keluar
 minatnya terhadap situasi sosial kuat
 suka bergaul, ramah, dan cepat menyesuaikan diri
 dapat menjalin hubungan baik dengan orang lain berkipun ada masalah.
(2) Sikap introvert
 libido mengalir ke dalam, terpusat pada faktor-faktor subjektif
 cenderung menarik diri dari lingkungan
 lemah dalam penyesuaian sosial
 lebih menyukai kegiatan dalam rumah
b) Fungsi jiwa, adalah suatu bentuk aktivitas kjiwaan yang secara teoritis tetap meskipun lingkungannya berbeda-beda. Fungsi jiwa dibedakan menjadi dua, yaitu :
(1) Fungsi jiwa rasional, adalah fungsi jiwa yang bekerja dengan penilaian dan terdiri dari :
 pikiran : menilai benar atau salah
 perasaan : menilai menyenangkan atau tak menye-nangkan
(2) Fungsi jiwa yang irasional, bekerja tanpa penilaian dan terdiri dari :
 pengideraan : sadar indrawi
 intuisi : tak sadar naluriah
Menurut Jung pada dasarnya setiap individu memiliki keempat fungsi jiwa tersebut, tetapi biasanya hanya salah
41
satu fungsi saja yang berkembang atau dominan. Fungsi jiwa yang berkembang paling meonjol tersebut merupakan fungsi superior dan menentukan tipe individu yang bersangkutan
2) Ketidak sadaran pribadi dan kompleks
Jung menyatakan bahwa pengalaman-pengalaman yang tidak disetujui ego untuk muncul ke kesadaran tidak akan hilang, melainkan tersimpan dalam ketidak sadaran pribadi (personal unconsciousness), dengan demikian ketidak sadaran pribadi bersisi pengalaman-pengalaman yang ditekan, dilupakan, dan yang gagal menimbulkan kesan sadar. Selanjutnya Jung menyatakan bahwa bagian terbesar dari isi ketidak sadaran pribadi mudah dimunculkan ke kesadaran, yaitu ingatan siap yang sewaktu-waktu dapat dimunculkan ke kesadaran.
Di dalam ketidak sadaran pribadi, menurut Jung, sekelompok idea (perasaan-perasaan, pikiran-pikiran, persepsi-persepsi, dan ingatan-ingatan) mengkin mengatur diri menjadi satu yang disebut kompleks. Orang dikatakan mempunyai kompleks bila yang bersangkutan jenuh (preoccupied) dengan sesuatu yang mempengaruhi hampir semua tingkah lakunya, sampai-sampai dikatakan oleh Jung, bukan orang itu yang mempengaruhi kompleks, tetapi komplekslah yang mempengaruhi orang yang bersangkutan (Alwisol, 2005 : 53).
3) Ketidak sadaran kolektif
Ketidak sadaran kolektif merupakan konsep asli Jung yang paling kontroversial, merupakan sistem psikis yang paling kuat dan paling berpengaruh, dan pada kasus-kasus patologik mengungguli ego dan ketidak sadaran pribadi (Alwisoal, 2005: 54).
Ketidak sadaran kolektif, menurut Jung , gudang ingatan laten yang diwariskan oleh leluhur. Ingatan yang diwariskan adalah pengalaman-pengalaman umum yang terus-menerus berulang lintas generasi. Namun yang diwariskan tersebut bukan memori atau pikiran yang spesifik tetapi hanya sebagai predisposisi atau kecenderungan untuk bertindak atau potensi untuk memikirkan
42
sesuatu. Adanya predisposisi membuat orang menjadi peka dan mudah untuk membentuk kecenderungan tertentu meskipun tetap membutuhkan pengalaman dan belajar .
Ketidak sadaran kolektif, menurut Jung, merupakan fondasi ras yang diwariskan dalam keseluruhan struktur kepribadian. Di atasnya dibangun ego, ketidak sadarn pribadi, dan pengalaman-pengalaman individu. Isi utama dari ketidak sadaran kolektif adalah archetype, yang dapat muncul ke kesadaran dalam wujud simbolisasi.
Jung telah mengidentifikasi berbagai archetype dan yang paling penting peranannya dalam membentuk kepribadian manusia adalah : persona, anima-animus, shadow, dan self (Alwisol, 2005 : 56-58).
a) Persona
Persona (topeng), adalah wajah yang dipakai untuk menghadapi publik, yang mencerminkan persepsi masyarakat mengenai peran yang harus dimanikan individu dalam hidupnya.
b) Anima dan animus
Jung berpendapat bahwa pada dasarnya manusia itu biseks, begitu pula dalam hal kepribadiannya. Dalam diri seorang pria terdapat archetype feminin, yang disebut anima, dan pada diri seorang wanita terdapat archetype maskulin, yang disebut animus. Archetype-archetype tersebut merupakan produk pengalaman ras manusia. Ssesudah mengalami hidup selama berabad-abad pria menjadi memiliki sifat-sifat wanita dan sebailknya wanita menjadi memiliki sifat-sifat pria.
c) Shadow
Shadow atau bayangan adalah arcgetuype yang mencer-minkan instink kebinatangan yang diwarisi manusia dari evolusi makhluk tingkat rendah. Menurut Darwin, manusia adalah hasil evolusi dari binatang, dan sifat-sifat kebi-natangan tetap ada dalam diri manusia dalam wujud archetuype shadow.
43
d) Self
Self, menurut Jung, adalah archetype yang memotivasi perjuangan individu menuju pribadi yang utuh atau ideal. Archetype self menyatakan diri dalam berbagai simbol, seperti lingkaran magis atau mandala (simbol dalam agama Budha). Jung memandang self sebagai pusat kepribadian, yang dikelilingi oleh sistem-sistem yang lain. Self mengarahkan proses individuasi. Melalui self aspek kreativitas dalam ketidak sadaran diubah menjadi disadari dan disalurkan ke aktivitas produktif.
Konsep Jung tentang kepribadian, yang secara struktural terdiri dari kesadaran, ketidak sadaran pribadi, dan ketidak sadarn kolektif beserta sisinya oleh Alwisol divisualisasikan dengan gambar berikut ini.
Gambar 7 : STRUKTUR KEPRIBADIAN MENURUT JUNG
(Sumber : Alwisol, 2005 : 55)
Disamping sistem-sistem yang terkait dengan daerah operasinya masing-masing, terdapat sikap jiwa (introvert dan ekstravert) dan fungsi jiwa (pikiran, perasaan, pengidraan, dan intuisi).
44
b Dinamika kepribadian
Jung menyatakan bahwa kepribadian atau psyche bersifat dinamis dengan gerak yang terus-menerus. Dinamika psyche tersebut disebabkan oleh enerji psikis yang oleh Jung disebut libido. Dalam dinamika psyche terdapat prinsip-prinsip sebagai berikut (Alwisol, 2005 : 65)
1) Prinsip oposisi
Berbagai sistem, sikap, dan fungsi kepribadian saling berinteraksi dengan tiga cara, yaitu : saling bertentangan (oppose), saling mendukung (compensate), dan bergabung mejnadi kesatuan (synthese).
Menurut Jung, prinsip oposisi paling sering terjadi karena kepribadian berisi berbagai kecenderungan konflik. Oposisi juga terjadi antar tipe kepribadian, ekstraversi lawan introversi, pikiran lawan perasaa, dan penginderaan lawan intuisi.
2) Prinsip kompensasi
Prinsip ini berfungsi untuk menjada agar kepribadian tidak mengalami gangguan. Misalnya bila sikap sadar mengalami frus-trasi, sikap tak sadar akan mengambil alih. Ketika individu tidak dapat mencapai apa yang dipilihnya, dalam tidur sikap tak sadar mengambil alih dan muncullah ekpresi mimpi.
3) Prinsip penggabungan
Menurut Jung, kepribadian terus-menerus berusaha menyatukan pertentangan-pertentangan yang ada agar tercapai kepribadian yang seimbang dan integral.
c Perkembangan kepribadian
Carl Gustav Jung menyatakan bahwa manusia selalu maju atau mengejar kemajuan, dari taraf perkembangan yang kurang sempurna ke taraf yang lebih sempurna. Manusia juga selalu berusaha mencapai taraf diferensiasi yang lebih tinggi.
45
1) Tujuan perkembangan : aktualisasi diri
Menurut Jung, tujuan perkembangan kepribadian adalah aktuali-sasi diri, yaitu diferensiasi sempurna dan saling hubungan yang selaras antara seluruh aspek kepribadian.
2) Jalan perkembangan : progresi dan regresi
Dalam prose perkembangan kepribadian dapat terjadi gerak maju (progresi) atau gerak mundur (regresi). Progresi adalah terjadinya penyesuaian diri secara memuaskan oleh aku sadar baik terhadap tuntutan dunia luar mapun kebutuhan-kebutuhan alam tak sadar.
Apabila progesi terganggu oleh sesuatu sehingga libido terha-langi untuk digunakan secara progresi maka libido membuat regresi, kembali ke fase yang telah dilewati atau masuk ke alam tak sadar.
3) Proses individuasi
Untuk mencapai kepribadian yang sehat dan terintegrasi secara kuat maka setiap aspek kepribadian harus mencapai taraf diferensiasi dan perkembangan yang optimal. Proses untuk sampai ke arah tersebut oleh Jung dinamakan proses individuasi atau proses penemuan diri.
2. Mimpi
Sebagaimana Freud, Jung juga tertarik untuk membahas mimpi. Namun Jung memiliki pandangan yang berbeda dengan Freud dan juga Adler. Pandangan Jung tentang mimpi dapat disajikan secara ringkas sebagai berikut ini.
a. Jung menganggap mimpi sebagai manifestasi dari aktivitas psikis, yaitu produk psikis yang terjadi secara spontan.
b. Langkah pertama untuk bisa memahami kamna mimpi, menurut Jung, adalah dengan menyusun konteksnya, membongkar jaringan hubungan pelaku mimpi dan kehidupannya.
Contoh : mimpi tentang ibu mungkin berhubungan dengan kasih sayang, perlindungan, kebanggaan, dst.
c. Mimpi yang ditampilkan secara berangkai lebih mudah ditafsirkan dari pada mimpi tunggal, karena tema yang
46
ditampilkan alam tidak sadar menjadi lebih jelas dan bayangan-bayangan yang penting digaris bawahi melalui pengulangan.
d. Penafsiran mimpi dapat dilakukan dalam dua tingkat : objektif dan subjektif. Pada tingkat objektif, mimpi dihubungkan dengan lingkungan pelaku mimpi, dan pada tingkat subjektif, tokoh-tokoh yang muncul dalam mimpi dianggap mewakili aspek-aspek kepribadian pelaku mimpi.
e. Jung berpandangan bahwa ada tiga jenis mimpi yang sarat dengan muatan archetype, yaitu big dreams, typical dreams, dan earliest dreams (Alwisol, 2005 : 79).
1) Big dreams
Big dreams atau mimpi-mimpi besar merupakan mimpi yang mempunyai makna khas, yang menarik untuk semua orang. Mimpi jenis ini oleh Jung juga dinamakan numinous, mimpi yang asing, aneh, dan memberi pengalaman yang sangat mendalam. Menurut Jung, mimpi-mimpi besar terjadi ketika ketidak sadaran mengalamai gangguan serius, sering diiuti dengan kegagalan ego menangani dunia luar.
2) Typical dreams
Typical dreams atau mimpi-mimpi tipikal merupakan mimpi yang melibatkan archetype figural (ibu, bapak, tuhan, setan, dan manusia bijak), archetype peristiwa (kelahiran, kematian, perpisahan dengan orang tua, perkawinan, dst)., dan archetype objek (matahari, air, hewan, dst.)umum terjadi pada banyak orang . Menurut Jung mimpi jenis kedua ini sering dialami oleh banyak orang.
3) Earliest dreams
Earliest dreams atau mimpi-mimpi yang terjadi pada anak-anak. Mimpi jenis ini bukan merupakan mimpi yang asli, tetapi hanya ingatan tentang mimpi yang terjadi pada masa anak-anak. Mimpi pada usia 3 atau 4 tahun, yang diingat sesudah dewasa, sering berisi archetype motif dan simbol seperti pahlawan, orang bijak, ikan, dan mandala. Materi yang muncul dalam mimpi jenis ketiga ini sering
47
bersifat universal, sebagai bukti adanya ketidak sadaran kolektif.
f. Mimpi dapat dipahami sebagai : 1)Munculnya konflik-konflik yang tersembunyi, 2) ungkapan keinginan-keinginan yang tersem-bunyi, 3) Isyarat akan bahaya, dan 4) Pertanda akan terjadi sesuatu di kemudian hari.
3. Neurosis
Sebagai tokoh yang berlatar belakang pendidikan medis dan pernah bergabung dalam organisasi psikoanalisis, Jung juga memiliki pandangan-pandangan tertentu tentang neurosis, yang dijadikan landasan dalam melaksanakan psikoterapi. Konsepsi-konsespi Jung tentang neurosis (Fordham, 1988 : 73-75) adalah sebagai berikut.
a. Neurosis adalah semacam gangguan psikis yang menghambat kehidupan dan seringkali juga mengganggu kesehatan penderita.
b. Neurosis dapat muncul dengan derajat yang ringan, misalnya : salah ucap, salah persepsi, gugup, dst., derajat yang sedang, misalnya : kecemasan, obsesi, kompulsi, dst., serta derajat kuat, misalnya hilang ingatan, lumpuh, kejang-kejang, dst.
c. Neurosis disebabkan oleh konflik antara dua kecenderungan, yang satu diungkapkan secara sadar dan yang lain melalui pemecahan kompleks dari kesadaran yang mengarah pada eksistensi tak sadar yang bebas. Kompleks tersebut mungkin disadari mungkin tidak.
d. Setiap neurosis mempunyai tujuan, yaitu untuk mengimbangi sikap hidup yang berat sebelah.
e. Neurosis tidak selalu bersifat negatif atau merugikan. Neurosis dapat dimengerti dan dikembangkan ke hal-hal yang positif.
f. Neurosis dapat terjadi dengan gejala hidup terasa kosong dan tidak bermakna, yang dialami oleh orang-orang berusia setengah baya (berusia 40-50 tahun). Secara klinis sebenarnya mereka tidak masuk golongan neurotik dan oleh Jung gangguan tersebut dinamai neurosis umum masa kini. Sepertiga pasien Jung adalah golongan ini.
48
3. Agama
Sebagaimana Freud, Jung juga berbicara tentang agama. Namun demikian kedua tokoh tersebut memiliki pandangan yang berbeda bahkan bertolak belakang. Jika Freud menganggap agama sebagai suatu ilusi, suatu pelarian dari ketidak berdayaannya dalam menghadapi berbagai persoalan yang berhubungan dengan alam, Jung menganggap agama memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.Sebagai seorang ahli psikologi, Jung tidak mau menyinggung atau memberi komentar terhadap kebenaran dari suatu ajaran agama. Sesuai dengan metodologinya yang bercorak empiris dan fenomenologis, Jung menyatakan bahwa eksistensi objektif Tuhan berada di luar lingkup penyelidikannya.
Selanjutnya pandangan-pandangan Jung tentang agama (Fordham, 1988 : 54 -60) secara garis besar disajikan berikut.
a. Bahwa manusia memiliki ”fungsi agama yang alamiah” atau pada dasarnya manusia merupakan makhluk religius. Bahwa gagasan tentang tuhan terdapat di mana saja, entah disadari atau tidak karena merupakan archetypus.
b. Kesehatan dan kestabilan psikis manusia bergantung pada ungkapan yang tepat dari fungsi tersebut
c. Pentingnya peranan agama dalam kehidupan manusia dapat dilihat dari pengaruhnya dalam sejarah, kuatnya emosi yang bisa dibangkitkan dan besarnya tenaga yang disalurkan ke dalam kesenian, pendidikan, perawatan terhadap mereka yang sakit dan miskin, dst.
d. Pengaruh fungsi agama terhadap manusia sama kuatnya dengan pengaruh naluri seksual dan nafsu agresif.
B. Psikologi Analitis sebagai Teknik Terapi
Jung menggunakan istilah psikologi analitis untuk teknik terapi yang dia kembangkan, yang bukan hanya teknik penyembuhan gangguan perilaku saja tetapi juga suatu cara untuk mengembangkan kepribadian melalui proses individuasi (Fordham, 1988 : 69).
49
1. Karakteristik Psikoterapi Jung
Karakteristik psikoterapi yang dikembangkan Jung dapat disajikan secara ringkas berikut ini (Masrun, 1977: 70-72; Fordham, 1988 : 69-70; dan Alwisol, 2005 :78).
a. Jung mengartikan psikoterapi sebagai pengobatan alam pikiran, atau lebih tepat pengobatan psike melalui metoda psikologis yang dilan-jutkan dengan pengembangkan kepribadian melalui proses individuasi.
b. Psikoterapi Jung dilakukan secara eklektis dalam teori dan praktik.Jung memperlakukan klien satu dengan yang lain secara berbeda tergantung pada usia, tahap perkembangan, dan jenis neurosis yang diderita. Dua pertiga klien Jung adalah individu-individu yang berusia pertengahan. Kebanyakan dari dari mereka menderita neurosis karena kehilangan makna dan tujuan hidup, serta takut menghadapi kematian.Jung tidak mengabaikan dorongan seksual dan hasrat untuk berkuasa, tetapi menurut dia, Freudian dan Adlerian biasanya hanya sesuai untuk orang-orang muda saja.
c. Teknik-teknik yang Jung pakai dalam psikoterapi ada 4 macam, yaitu : 1) teknik asosiasi, 2) teknik analisis gejala, 3) teknik anamnestis, dan 4) teknik analisis ketidak sadaran.
1) Teknik asosiasi
 Merupakan teknik yang sederhana dan yang pertama dipakai Jung;
 Dipakai untuk menyelidiki kompleks (isi ketidak sadaran pribadi).
 Cara yang ditempuh : pasien yang diteliti diberi stimulus berupa kata tertentu selanjutnya dia diminta memberikan respon dengan mengucapkan kata yang pertama terlintas dalam pikirannya. Jarak antara stimulus dengan respon dikukur dan bila respon yang diberikan sangat lambat, maka menurut Jung kata yang diucapkan pasien tsb. Berhubungan dengan kompleks.
2) Teknik analisis gejala
 Teknik ini pernah dipakai Freud ketika bekerja sama dengan Breuer.
50
 Teknik ini dilakukan dengan menghipnotis pasien. Selama pasien dalam keadaan terhipnotis (tidak sadar) dilakukan wawancara antara terapis dengan pasien.
 Teknik ini dipandang cocok untuk menyembuhkan gangguan jiwa akibat shock berat.
3) Teknik anamnestis
 Teknik anamnestis memiliki dua fungsi, yaitu sebagai teknik pe-yelidikan dan teknik terapi.
 Teknik ini dilakukan dengan merekonstruksi mengenai sebab-sebab terjadinya neurosis
 Bahan-bahan yang diperoleh dari pasien berupa fakta-fakta kehidupan pasien pada masa lampau. Atas dasar fakta-fakta terse-but terapis menarik kesimpulan mengapa neurosis terjadi. Selanjutnya pasien disarankan untuk merubah sikap dan peri-lakunya agar neurosis yang dialami dapat sembuh.
4) Teknik analisis ketidak sadaran
 Sesuai dengan namanya, teknik ini dipakai untuk mengungkap ketidak sadaran.
 Sebelum teknik keempat ini dilakukan, didahului dengan diterapkannya teknik ke tiga (teknik anamnestis). Bila teknik ke tiga membawa hasil ditindak lanjuti dengan teknik ke empat.
 Teknik analisis ketidak sadaran dilakukan dengan menciptakan hubungan yang akrab antara terapis dengan pasien.
2. Fase-fase Psikoterapi Jung
Jung melaksanakan terapinya melalui empat fase : konfesi, eludikasi, edukasi dan transformasi (Alwisol, 2005 : 78).
a. Konfesi
Konfesi mirip dengan katarsis emosi dari Freud. Pada fase ini klien diberi kesempatan untuk ”memuntahkan” isi-isi ketidak sadaran yang mengganggunya dengan memakai objek disekitarnya, terutama terapis, sebagai sarana.
51
b. Eludikasi
Eludikasi, mirif dengan transferensi yang dikembangkan Freud, merupakan tahap interpretasi dan penjelasan. Pada tahap ini dilakukan penafsiran dan penjelasan tentang faktor-faktor penyebab timbulnya neurosis.
c. Edukasi
Pada fase ini terapis mendorong klien untuk mempelajari tingkah laku baru agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menjawab berbagai tantangan yang muncul.
d. Transformasi
Pada fase transformasi klien diberi kesempatan untuk mencapai realisasi diri dengan membantu klien tersebut belajar membedakan berbagai aspek kejiwaan, sehingga yang bersangkutan mampu mengatur aspek-aspek tersebut secara harmonis dan merealisasi semua potensi.
52
Referensi
Alwisol. (2005) Psikologi Kepribadian. Malang : Penerbit Universitas Muha-mmadyah Malang.
Berry, Ruth. (2001) Freud : Seri Siapa Dia. (Alih Bahasa : Frans Kowa). Jakarta: Erlangga.
Boeree, C.G. (2005) Sejarah Psikologi : Dari Masa Kelahiran Sampai Masa Modern (Alih Bahasa : Abdul Qodir Shaleh). Yogyakarta : Primasophie.
Boeree, C. G. (1997) .Personality Theories :Melacak Kepribadian Anda Bersama Psikolog Dunia. (Alih bahasa : Inyiak Ridwan Muzir). Yogyakarta : Primasophie.
Fordham, Frieda. (1988) Pengantar Psikologi C.G. Jung : Teori-teori dan Teknik Psikologi Kedokteran. (Alih Bahasa : Istiwidayanti) Jakarta : Bhratara Karya Aksara.
Koeswara, E. (1991) Teori-teori Kepribadian. Bandung : PT Eresco.
Masrun. (1977) Aliran-aliran Psikologi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Sumadi Suryabrata. (2005) Psikologi Kepribadian. Jakarta : CV Rajawali.
Supratiknya, A. (editor) (1993) Teori-teori Psikodinamik. Yogyakarta : Kanisius

PSIKOSOSIAL

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Masalah kesehatan jiwa di masyarakat sedemikian luas dan kompleks, saling berhubungan
dengan segala aspek kehidupan manusia. Mengacu pada UU No. 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan dan Ilmu Kedokteran Jiwa yang berkembang dengan pesat, secara garis besar masalah
kesehatan jiwa digolongkan menjadi : masalah perkembangan manusia yang harmonis dan
peningkatan kualitas hidup, masalah gangguan jiwa, serta masalah psikososial.
Proses globalisasi menimbulkan transformasi komunikasi dan informasi di berbagai kawasan
dunia yang memberikan dampak terhadap perubahan nilai-nilai sosial dan budaya. Keadaan ini
membutuhkan kemampuan penyesuaian dan mengatasi masalah yang tinggi, disamping dukungan
lingkungan yang kondusif untuk berkembangnya nilai-nilai sosial dan budaya yang tanggap
terhadap berbagai perubahan. Kondisi demikian sangat rentan terhadap stres, anisietas, konflik,
ketergantungan terhadap NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya), perilaku
seksual yang menyimpang, yang dapat digolongkan sebagai masalah psikososial. Transformasi
dari masyarakat agraris ke masyarakat industri, transformasi demografik dari penduduk usia muda
ke usia lanjut disertai proses urbanisasi yang intensif, mendorong terjadinya transisi epidemiologik
dan berbagai masalah kesehatan jiwa termasuk masalah psikososial.
Salah satu kebijakan dalam pelayanan kesehatan jiwa dasar adalah meningkatkan kemampuan
Puskesmas dalam deteksi dini gangguan jiwa. Karena masalah psikososial berpotensi menjadi
gangguan jiwa, maka pengenalan dini masalah psikososial akan bermanfaat. Dengan mengenal
masalah psikososial diharapkan puskesmas mampu bersikap dan bertindak sebatas kemampuannya
sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama.
B. ANALISIS SITUASI
Indikator kesehatan jiwa masyarakat adalah indikator morbiditas dan indikator disabilitas
yaitu hari-hari produktif yang hilang akibat gangguan jiwa tertentu yang biasanya dinyatakan
dalam DALYs Loss (Disability Adjusted Life Years), merupakan ukuran dari sebuah “Disease
Burdent”, Masalah-masalah psikososial jika tidak dikenal dan ditanggulangi pada gilirannya akan
berkontribusi dalam meningkatkan “Burden Disease”.
Status Disabilitas Gangguan Jiwa di Indonesia belum ada penelitiannya, namun dari data studi
World Bank di beberapa negara baik yang sedang berkembang maupun negara maju pada tahun
1995 menunjukkan bahwa 8,1% dari ”Global Burden of Disease” disebabkan oleh masalah
kesehatan jiwa, lebih besar dari tuberkulosis(7,2%), kanker(5,8%), penyakit jantung(4,4%),
malaria(2,6%). Data ini menunjukkan bahwa masalah kesehatan jiwa termasuk masalah
psikososial, harus mendapat prioritas tinggi dalam upaya kesehatan masyarakat.
Saat ini di Indonesia terdapat 33 Rumah Sakit Jiwa, 1 Rumah Sakit Ketergantungan Obat,
sebagai pusat rujukan spesialistik dan pusat pembinaan kesehatan jiwa masyarakat di wilayahnya
masing-masing. Fasilitas ini jelas tidak memadai untuk dapat melayani dan menjangkau seluruh
penduduk Indonesia. Karena itu tenaga kesehatan di Puskesmas perlu diberdayakan dalam upaya
penanggulangan masalah psikososial, Hal ini mengingat sekitar 28% pengunjung Puskesmas
menunjukkan gejala-gejala gangguan kesehatan jiwa dan 80% dari kasus tersebut belum terdeteksi
oleh dokter Puskesmas sehingga tidak terobati dengan baik. Apalagi masalah-masalah
psikososial diperkirakan lebih banyak dibandingkan masalah-masalah kesehatan jiwa lainnya.
Adanya kesenjangan yang cukup besar antara peningkatan masalah psikososial dengan
ketersediaan pelayanan kesehatan jiwa masyarakat yang ada, menyebabkan masalah psikososial
tidak tertangani dengan baik. Hal tersebut bisa diatasi jika program kesehatan jiwa menjadi
prioritas dalam agenda Pembangunan Nasional.
BAB I
PENDAHULUAN
C. TUJUAN DAN SASARAN
Meningkatnya pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan petugas kesehatan di Puskesmas
dalam pengenalan dan penanggulangan masalah psikososial di wilayah kerjanya.
Meningkatnya pengetahuan dan kepedulian pengambil keputusan bidang kesehatan di wilayah
kerjanya, Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota., Rumah Sakit Jiwa, Badan atau Balai
Kesehatan Jiwa dan RSU dengan Unggulan Kesehatan Jiwa.
D. LANDASAN HUKUM
1. UU No. 6 tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Mengenai Kesejahteraan Sosial.
2. UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
3. UU No 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat.
4. UU No 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
5. UU No 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
6. UU No 25 tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan.
7. UU No 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia.
8. UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
9. UU No 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah.
10. Peraturan Pemerintah No 31 tahun 1980 tentang Penanggulangan Gelandangan Pengemis.
11. Peraturan Pemerintah No 25 tahun 2000 tentang Kewenagan Pemerintah dan Kewenangan
Provinsi Sebagai daerah Otonom.
12. Peraturan Pemerintah No 84 tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.
13. Keputusan Presiden No 102 tahun 2001 tentang Kedudukan,Tugas,FungsiSusunan Organisasi
dan Tata Kerja Departemen.
14. Keputusan Presiden No 109 tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon 1
Departemen.
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1993/Kdj/U/1970 tentang Perawatan
Penderita Penyakit Jiwa.
16. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.547/Menkes/SK/IV/2000 tentang
Kebijakan Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010.
17. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.979/Menkes/SK/IX/2001 tentang
Prosudur Tetap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi
18. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
19. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1346/Menkes/SK/XII/2001 tentang
Rencana Staraegis Pembangunan Kesehatan 2001-2004.
20. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 220/Menkes/SK/III/2002 tentang
Pedoman Umum Tim Pembina, Tim Pengarah, Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TP-KJM).
BAB II
PENGERTIAN
PSIKOSOSIAL :
Adalah setiap perubahan dalam kehidupan individu, baik yang bersifat psikologik maupun
sosial yang mempunyai pengaruh timbal balik.
MASALAH-MASALAH PSIKOSOSIAL :
Adalah masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai pengaruh timbal balik,
sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat
menimbulkan gangguan jiwa.
Contoh-contoh masalah psikosial antara lain :
a. Psikotik Gelandangan.
b. Pemasungan Penderita Gangguan Jiwa.
c. Masalah Anak : Anak Jalanan, Penganiayaan Anak.
d. Masalah Anak Remaja : Tawuran, Kenakalan.
e. Penyalahgunaan Narkotika Dan Psikotropika.
f. Masalah Seksual : Penyimpangan Seksual, Pelecehan Seksual, Eksploitasi Seksual.
g. Tindak Kekerasan Sosial.
h. Stress Pasca Trauma.
i. Pengungsi/Migrasi.
j. Masalah Usia Lanjut Yang Terisolir.
k. Masalah Kesehatan Kerja : Kesehatan Jiwa di Tempat Kesrja,Penurunan Produktifitas,Stres di
Tempat Kerja.
l. Dan Lain-Lain : HIV/AIDS.
BAB I
PENDAHULUAN
BAB III
PENGENALAN MASALAH PSIKOSOSIAL
Pengenalan terhadap masalah psikososial merupakan salah satu kebijakan dalam pelayanan
kesehatan jiwa dasar, termasuk pemberdayaan Puskesmas dalam pengenalan dan penanggulangan
masalah psikososial.
Marilah kita tinjau satu persatu masalah-masalah psikososial yang ada dalam masyarakat di
Indonesia. Masing-masing masalah psikososial akan ditinjau menurut pengertian, Penyebab,
pengenalan, penatalaksanaan dan pencegahan.
Masalah-masalah psikososial tersebut yaitu :
A. PSIKOTIK GELANDANGAN
1. Pengertian
Psikotik gelandangan adalah penderita gangguan jiwa kronis yang keluyuran di jalan-jalan
umum, dapat mengganggu ketertiban umum dan merusak keindahan lingkungan.
2. Penyebab
Keluarga tidak peduli, keluarga malu, keluarga tidak tahu, obat tidak diberikan, tersesat
ataupun karena urbanisasi yang gagal.
3. Pengenalan
Dikenal sebagai orang dengan tubuh yang kotor sekali, rambutnya seperti sapu ijuk,
pakaiannya compang-camping, membawa bungkusan besar yang berisi macam-macam
barang, bertingkah laku aneh seperti tertawa sendiri, serta sukar diajak berkomunikasi.
4. Penatalaksanaan
Dirawat sampai sembuh di Rumah Sakit Jiwa atau Panti Laras (Dinas Sosial).
5. Pencegahan
Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE); obat injeksi long acting; penciptaan lapangan
pekerjaan di desa.
B. PEMASUNGAN PENDERITA GANGGUAN JIWA
1. Pengertian
Pemasungan penderita gangguan jiwa adalah tindakan masyarakat terhadap penderita
gangguan jiwa (biasanya yang berat) dengan cara dikurung, dirantai kakinya dimasukan
kedalam balok kayu dan lain-lain sehingga kebebasannya menjadi hilang.
2. Penyebab
Ketidaktahuan pihak keluarga; rasa malu pihak keluarga; penyakitnya tidak kunjung sembuh;
tidak ada biaya pengobatan; tindakan keluaga untuk mengamankan lingkungan.
3. Pengenalan
Dikenal dari antara lain : terkurung dalam kandang binatang peliharaan; terkurung dalam
rumah; kaki atau lehernya dirantai; salah satu atau kedua kakinya dimasukkan kedalam balok
kayu yang dilubangi.
4. Penatalaksanaan
Dirawat sampai sembuh di Rumah Sakit Jiwa, kemudian dilanjutkan dengan rawat jalan.
BAB III
PENGENALAN MASALAH PSIKOSOSIAL
5. Pencegahan
Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE); kurasi (penyembuhan) dan rehabilitasi yang lebih
baik; memanfaatkan sumber dana dari JPS-BK; penciptaan Therpeutic Community (lingkungan
yang mendukung proses penyembuhan).
C. MASALAH ANAK (ANAK JALANAN,PENGANIAYAAN ANAK)
1) ANAK JALANAN
1. Pengertian
Anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian waktunya untuk bekerja di
jalanan kawasan urban. UNICEF (1986) memberikan batasan sebagai “Children who
work on the streets of urban areas, without reference to the time they spend there or the
reasons for being there”. Mereka umumnya bekerja di sektor informal.
2. Penyebab
Akibat kesulitan ekonomi; banyaknya orang tua yang urbanisasi dan jadi pengemis di
ibukota; kekacauan dalam kehidupan keluerga khususnya perlakuan keras dan
penelantaran; untuk menghindar dari penganiayaan dan kemiskinan.
3. Pengenalan
Komonitas ini sangat mudah ditemui, bergerombol di perapatan lampu, pusat pertokoan,
terminal bus dan tempat keramaian yang memungkinkan mereka mendapatkan uang.
Berdasarkan latar belakang kehidupan dan motivasi,mereka dibedakan atas :
a. Golongan anak jalanan pekerja perkotaan, yakni mereka yang keberadaannya di
jalanan terutama untuk mencari nafkah bagi dirinya maupun keluarganya.
b. Golongan anak jalanan “murni”, yakni yang menjalani seluruh aspek kehidupannya
di jalanan. Mereka umumnya adalah pelarian dari keluarga bermasalah.
Kehidupan jalanan membentuk subkultur tersendiri yang disebut budaya jalanan
dengan nilai moralitas yang longgar, nilai perjuangan untuk bertahan hidup, penuh
kekerasan, penonjolan kekuatan, ketiadaan figur orangtua, peranan kelompok sebaya
yang besar.
Faktor-faktor yang berperan terhadap perkembangan pola perilaku anak jalanan
yaitu:
Ø Ada tidaknya kehadiran keluarga. Yang lepas hubungan dengan keluarganya,
cenderung lebih banyak memperlihatkan perilaku antisosial.
Ø Struktur keluarga. Yang berasal dari keluarga besar, cenderung kurang dapat
perhatian dari orangtua dan cenderung lebih rentan terlibat gangguan tingkah
laku.
Ø Lamanya terlibat dalam kehidupan jalanan. Semakin lama dan semakin banyak
waktunya mengeluti dunia jalanan, semakin akrab dengan nilai-nilai kultur
jalanan.
Ø Faktor pendidikan. Yang masih bersekolah, tampak lebih mampu
mempertahankan nilai-nilai yang serasi dengan konformitas sosial masyarakat
umum.
Ø Lingkungan tempat tinggal. Yang “murni” anak jalanan, cenderung lebih banyak
memperlihatkan perilaku antisosial.
Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi perkembangan perilaku dan mental
emosional, antara lain : kecenderungan berperilaku agresif-impulsif, gangguan
tingkah laku, seks bebas, penyalahgunaan zat dan berkembangnya berbagai perilaku
antisosial.
4. Penatalaksanaan
· Melaksanakan Keppres Nomor 36/1990, yang menyatakan bahwa anak mempunyai
hak bagi kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya yang optimal, serta
memperoleh perlindungan dari berbagai bentuk eksplotasi, diskriminasi,
kesewenang-wengan dan kelalaian.
· Peran serta LSM dan Kelompok Profesi yang menggeluti masalah tumbuh kembang
anak (pediatri, psikiatri, psikologi, pedagogi) dalam memberikan perhatian terhadap
kelangsungan hidup anak jalanan.
5. Pencegahan
· Sosialisasi dan pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Anak yang baru.
· DPRD dapat membuat PERDA Khusus yang mengatur perlindungan terhadap anak
termasuk perlindungan dari sasaran penertiban aparat.
2) PENGANIAYAAN ANAK
1. Pengertian
Penganiayaan anak adalah perlakuan orang dewasa/anak yang lebih tua dengan
menggunakan kekuasaan/otoritasnya terhadap anak yang tak berdaya yang seharusnya
menjadi tanggung jawab/pengasuhnya, yang berakibat penderitaan, kesengsaraan, cacat
atau kematian.
2. Penyebab
Orangtua, yang :
· pernah jadi korban penganiayaan anak dan terpapar oleh kekerasan dalam rumah.
· kondisi kehidupannya penuh sters, seperti rumah yang sesak, kemiskinan.
· menyalahgunakan NAPZA.
· mengalami gangguan jiwa seperti depresi atau psikotik atau gangguan keperibadian.
Anak, yang :
· prematur.
· retardasi mental.
· cacat fisik.
· suka menangis hebat atau banyak tuntutan.
3. Pengenalan
Indikator Telah Terjadinya Penganiyaan Anak :
- Cedera atau bekasnya yang bercirikan penganiyaan fisik.
- Tidak langsung dibawa ke dokter tapi telah diobati sekedarnya.
- Riwayat penyakit berulang.
- Perilaku dan emosi orangtua tidak adekuat.
- Hubungan anak dan orangtua tidak wajar, anak ketakutan atau masalah kejiwaan lain.
Akibat Penganuayaan Pada Anak, anak :
- tidak berani menceritakan peritiwa yang dialaminya
- mudah takut,tidak percaya orang,selalu waspada atau sangat penurut
- hati-hati dalam berhubungan fisik dengan orang dewasa
- mungkin takut untuk pulang ke rumah
Masalah kejiwaan (psikopatologi) yang dapat terjadi :
1. Depresi
2. Gangguan perilaku antara lain: Gangguan Perilaku Menentang
3. GPPH (Gangguan Pemusatan Perhatian & Hiperaktifitas)
4. Disosiasi
5. Gangguan Syres Pasca Trauma
4. Penatalalaksanaan
Pendekatan Psikologis Terhadap Anak Korban Penganiayaan, yaitu memperhatikan
kebutuhan anak yang mengalami penganiayaan, yaitu untuk :
- dapat mempercayai seseorang;
- diperkenankan menjadi seorang anak;
- didorong menjadi seorang individu; mengembangkan potret diri yang positif;
mengembangkan cara-cara berinteraksi dengan orang lain;
- mengembangkan cara mengkomunikasikan persaan-perasaannya secara verbal;
- belajar mengendalikan diri; belajar bahwa ia boleh menyalurkan perasaan-perasaan
agresifnya dalam permainannya, dimana ia tidak akan melukai dirinya sendiri atau
orang lain; belajar bagaimana caranya mengatasi stres.
Wawancara Dengan Anak Korban Penganiayaan
Langkah-langkah yang harus ditempuh :
1. Bina hubungan dengan anak (buid rapport)
2. Mintalah anak untuk menceritakan 2 (dua) peristiwa pada masa lalu
3. Terangkan pada anak bahwa perlu untuk menceritalan yang sebenarnya terjadi
4. Terangkan pada anak permasalahan (topic of concern) yang dihadapi
5. Biarkan anak bercerita dengan bebas mengenai perlakuan yang telah terjadi
6. Tanyakan pertanyaan yang bersifat umum,jangan menjurus.
7. Tanyakan pertanyaan yang spesifik
8. Gunakan alat bantu seperti boneka untuk menunjukkan bagian badan
9. Akhiri wawancara dan ucapan terima kasih pada anak
Terapi Untuk Anak
- Harus diusahakan supaya anak berada dalam keadaan aman
- Anak sebaiknya dikonsulkan ke dokter jiwa atau psikolog
- Secara psikoedukatif anak dibantu untuk menghadapi dirinya dan lingkungannya
- Mendorong anak membicarakan dengan terapisnya apa yang telah dialaminya,bisa
dengan teknik proyeksi,misalnya dengan bermain,menggambar dan lain-lain.
Terapi Untuk Orangtua
Sebelum terapi terlebih dahulu harus dilakukan evaluasi mengenai :
1. Keperibadian dan psikopatologi pada ayah dan ibu
2. Mengapa salah seorang (ayah/ibu) menganiya sedangkan yang lain membiarkan
terjadi.
3. Apakah penganiayaan anak baru terjadi atau telah berlangsung lama
4. Motivasi untuk partisipasi dalam terapi
Berdasarkan hasil evaluasi dapat dilakukan pelbagai pendekatan antara lain :
1. Mengurai/menghilangkan stresorpsikososial
2. Mengurangi akibat psikologis yang negatif dari stresor pada ibu/ayah
3. Mengurangi tuntutan terhadap ibu sehingga mampu untuk menghadapi anak
4. Memberikan pelatihan dan dukungan emosional agar jadi orang tua yang lebih baik
5. Psikoterapi untuk mengatasi konflik intrapsikik
5. Pencegahan
Penegakan hukum positif berkaitan dengan kekerasan terhadap anak antara lain Undang-
Undang Perlindungan Anak.
D. ANAK REMAJA (TAWURAN, KENAKALAN REMAJA)
1) TAWURAN
1. Pengertian
Tawuran adalah kegitan “sampingan” pelajar,yang beraninya hanya kalau
bergerombol/berkelompok dan sama sekali tidak ada gunanya,bahkan dapat dibilang
merupakan tindakan pengecut.
2. Penyebab :
Ø Iseng,bosan, jenuh;
Ø Tekanan kelompok dalam bentuk solidaritas;
Ø Peran negatif BASIS (Barisan Siswa) diluar sistem sekolah;
Ø Warisan dendam/musuh, menguji kekebalan;
Ø Kaderisasi bekas siswa yang drop out (putus sekolah);
Ø Kurang komunikasi orang tua,anak dan sekolah;
Ø Kesenjangan sosial ekonomi; lingkungan sekolah belum bersabat dengan remaja;
Ø Tidak tersedianya sarana/prasarana penyaluran agreifitas;
Ø Lingkungan yang tidak kondusif bagi perkembangan keperibadian sehat;
Ø Pengaruh media masa (cetak dan electronik) yang memberitakan dan menayangkan
kekerasan dan aresifitas;
Ø Penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).
3. Pengenalan
Tawuran biasanya terjadi pada
Ø hari-hari tertentu (hari ulang tahun sekolah);
Ø adanya konsentrasi masa siswa di halte bus/dalam bus,di tempat nongkrong lain;
Ø adanya siswa membawa senjata,payung ataupun batu.
Ø Frekuensi tawuran meningkat pada saat :
- tahun ajaran baru,
- saat menjelang liburan sekolah atau setelah ulangan umum,dan cenderung rendah atau
tidak terjadi pada bulan puasa sampai lebaran.
Ciri-ciri remaja/siswa yang rentan terhadap tawuran, adalah siswa yang:
Ø punya ego dan harga diri tinggi,sehingga mudah berespon terhadap ejekan
Ø bermasalah dari rumah dan lingkungan
Ø mudah bosan, tegang/stres
Ø hidup dengan kondisi kemiskinan
Ø menggunakan NAPZA
4. Penatalaksanaan
a. Memasukan kembali mata pelajaran Budi Pekerrti yang selaras dengan norma-norma
agama dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum/Khusus.
b. Meningkatkan kegiatan ekstra kurikuler.
c. Memberdayakan guru bimbingan penyuluhan/bimbingan konseling dan lembaga
konseling laingnya.
d. Mengusulkan kepada Pemda agar menyediakan transportasi khusus anak sekolah
e. Melakukan kajian ilmiah/penelitian terjadinya tawuran.
f. Meningkatkan kepedulian masyarakat untuk mencegah terjadinya tawuran sebagai bagian
dari pencegahan kekerasan di masyarakat.
g. Pengawasan ketat media yang menyajikan adegan kekerasan.
h. Meningkatkan keamanan terpadu antara sekolah, kepolisian dan masyarakat untuk
mencegah dan menanggulangi terjadinya tawuran anak sekolah.
i. Dialog interaktif antara siswa, guru dan orang tua serta pemerintah
j. Sosialisasi bahaya tawuran kepada siswa, guru orang tua, tokoh agama, tokoh masyarakat
melalui tatap muka, media cetak dan media elektronik
5. Pencegahan
Upaya Pencegahan Masalah Tawuran dilakukan melalui :
Peran Orangtua
Ø Menanamkan pola asuh anak sejak prenatal dan balita
Ø Membekali anak dengan dasar moral dan agama
Ø Mengerti komunikasi yang baik dan efektif antara orang tua-anak
Ø Menjalin kerja sama yang baik dengan guru,misalnya melalui pembentukan Forum
Perwakilan,BP3 dan penyediaan ruang khusus untuk BP3.
Ø Menjadi tokoh panutan bagi anak tentang perilaku dan lingkungan sehat
Ø Menerapkan disiplin yang konsisten pada anak
Ø Hindari dari NAPZA (Narkotika,Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya).
Peran Guru
Ø Ber”sahabat” dengan siswa.
Ø Menciptakan kondisi sekolah yang nyaman.
Ø Memberikan keleluasan siswa mengekpresikan diri pada kegiatan ekstrkurikuler.
Ø Menyediakan sarana dan prasarana bermain serta olahraga.
Ø Meningkatkan peran dan pemberdadayaan guru BP.
Ø Meningkatkan disiplin sekolah dan sangsi yang tegas.
Ø Meningkatkan kerjasama dengan orang tua guru, sekolah lain.
Ø Meningkatkan keamanan terpadu sekolah, bekerja sama dengan Polsek setempat.
Ø Mewaspadai adanya provokator.
Ø Mengadakan kompetisi sehat seni budaya dan olah raga antar sekolah.
Ø Mengadakan class meeting melalui komppetisi sehat seni-budaya dan olah raga inter
danantar sekolah pada saat selesai ujian dan menjelang terima rapor.
Ø Menciptakan kondisa sekolah yang memungkinkan anak berkembang keperibadiannya
secara sehat spiritual,mental,fisik,sosial.
Ø Meningkatkan deteksi dini penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
Peran Pemerintah dan Masyarakat
Ø Menghidupkan kembali kurikulum Budi Pekerti
Ø Menyediakan sarana/prasarana untuk menyalurkan agresifitas anak melalui olah raga dan
bermain
Ø Menegakkan hukum,sanksi dan disiplin yang tegas
Ø Memberikan keteladanan,hentikan pertikaian
Ø Menanggulangi NAPZA,terapkan peraturan dan hukumnya
Ø Lokasi sekolah dijauhkan dari pusat perbelanjaan atau pusat hiburan
Peran Media
Ø Sajikan tayangan atau berita tanpa kekerasan (jam tayang sesuai tingkat usia)
Ø Sampaikan berita dengan kalimat yang benar dan tepat (tidakprovokatif)
Ø Rubrik khusus media masa (etak,elektronik) bagi remaja dan pendidikan yang bebas
biaya.
2. KENAKALAN REMAJA
1. Pengertian
Kenakalan remaja adalah tingkah laku yang melaupaui batas toleransi orang lain dan
lingkungannya,yang dapat melanggar hak azazi menusia sampai melanggar hukum.
2. Penyebab
Ø Faktor genetik/biologik/konstitusional
Ø Faktor pola asuh
Ø Rasa rendah diri,tidak aman,takut yang dikompensasi dengan perilaku risiko
tinggi,pembentukan identitas diri yang kurang mantap dan keinginan mencoba
batas kemampuannya
Ø Proses identifikasi remaja terhadap tindak kekerasan
Ø Penanaman nilai yang salah,yaitu orang atau kelompok yang berbeda (misalnya
seragam sekolah,etnik,agama) dianggap “musuh”
Ø Pengaruh media massa (majalah,film,televisa)
3. Pengenalan
Bentuk kenakalan antara lain :
Ø melawan orangtua,
Ø tidak melaksanakan tugas,
Ø mencuri, merokok, naik bus tanpa bayar,
Ø membolos, lari dari sekolah,
Ø memeras, sampai membongkar rumah, mencuri mobil,
Ø memperkosa, menganiaya, membunuh, merampok atau tindakan kriminal
lainnya.
4. Penatalaksanaan
· Menilai faktor yang melatarbelakangi terjadinya kenakalan remaja (aspek
biologik, psikologik dan sosial) dan beratnya stesor yang dihadapi remaja.
· Program konseling bagi remaja, orangtua dan keluarga, penting agar mereka
menyadari bahwa remaja dalam perkembangannya membutuhkan dukungan.
· Komunikasi dua arah yang “terbuka” dan mengubah interaksi sehingga keluarga
dapat menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih sehat.
· Konseling bagi remaja diperlukan agar mereka mampu mengembangkan
identitas diri dan menyesuaikan dengan lingkungan secara sehat.
5. Pecegahan
Lingkungan keluarga
· Meningkatkan perhatian dan waktu untuk anak,dalam kaitan dengan pendidikan
maupun memelihara kemesraan hubungan antara anggota keluarga.
· Menciptakan lingkungan keluarga yang norma keluarganya kuat, kental dengan
nilai-nilai kesopanan dan agama,serta mampu mengelola konflik keluarga.
· Meningkatkan sikap orangtua yang menunjang perkembangan psikologis dan
karakter anak, meningkatkan kewibawaan, keteladanan dan konsistensi orangtua
dalam menanamkan nilai-nilai moral dan agama.
Lingkunga Sekolah
· Mengatasi permasalahan keterbatasan sarana,prasarana,dan fasilitas sekolah.
· Menegakkan kembali peraturan-peraturan sekolah, mengembalikan penghargaan
siswa terhadap profesi guru, mengatasi permasalahan banyaknya guru yang
“terbang” (mengajar di tempat lain) sehingga komunikasi antara guru dengan
siswa menjadi lebih leluasa.
· Membimbing murid-murid dalam mengatasi gejolak jiwa remaja sehingga tidak
akan melahirkan rasa solidaritas yang sempit antara teman (jiwa korsa).
Lingkungan masyarakat
· Filtrasi nilai dan norma negatif yang diadopsi anak melalui berbagai
kecanggihan dan kemudahan akses multimedia,
· Meningkatkan kontrol sosial terhadap merebaknya budaya kekerasan dan
eksploitasi seks yang begitu terbuka serta tak terbendungnya berbagai perilaku
destruktif masyarakat akibat krisis multidimensional yang membelit.
E. PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA,PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF
LAINNYA (NAPZA)
1. Pengertian
Penyalahgunaan NAPZA adalah pemakaian NAPZA yang bukan untuk tujuan
pengobatan atau yang digunakan tapa mengikuti aturan atau pengawasan dokter,
digunakan secara berkali-kali, Kadang-kadang atau terus menerus, seringkali
menyebabkan ketagihan atau ketergantungan, baik secara fisik/jasmani, maupun mental
emosional sehingga menimbulkan gangguan fisik, mental-emosional dan fungsi sosial.
2. Penyebab
Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara faktor yang
terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA).
Tidak adanya penyebab tunggal (single cause)
Yang mempengaruhi terjadinya penyalahgunaan NAPZA adalah sebagai berikut :
a. Faktor individu
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja,
sebabremaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial
yang pesat merupakan individu yang rentan.
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan, baiik disekitar
rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat.
Faktor keluarga
Terutama faktor orang tua,antara lain :
· lingkungan keluarga,
· komunikasi orang tua-anak kurang baik/efektif,
· hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga,
· orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh, orang tua otoriter atau serba belarang,
· orang tua yang serba membolehkan (permisif),
· kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan,
· orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA,
· tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten),
· kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga.
· Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahguna NAPZA
Lingkungan Sekolah, yang
· kurang disiplin,terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA,
· kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan diri.
· Ada muridnya penyalahguna NAPZA.
Lingkungan Teman Sebaya
· berteman dengan penyalahguna.
· Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar.
Lingkungan masyarakat/sosial
· Lemahnya penegakan hukum
· Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung
c. Faktor NAPZA
· Mudahnya NAPZA didapat dimana-mana dengan harga “terjangkau”,
· Banyaknya iklan minuman berakohol dan rokok yang menarik untuk dicoba,
· Khasiat farmakologik NAPZA yang menenangkan, menghilangkan nyeri,
menidurkan, membuat euphoria/fly/stone/hogh/teler dan lain-lain.
Makin banyakfaktor-faktor diatas, semakin besar kemungkinan seseorang menjadi
penyalahguna NAPZA.
3. Pengenalan
Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah halyang mudak,tapi sangat penting
artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut.
Beberapa keadaan yang patut dikenali atau diwaspadai adalah Kelompok Risiko Tinggi
(Potential User)
Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut
Anak :
Ø Sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun);
Ø Sering sakit;mudah kecewa;mudah murung;merokok sejak SD
Ø Agresif dan destruktif;sering berbohong,mencuri atau melawan tata tertib;
Ø IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)
Remaja :
Ø Mempunyai rasa rendah diri,kurang percaya diri dan mempunyai citra diri negatif;
Ø Mempunyai sifat sangat tidak sabar, diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas
(ansietas);
Ø Cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko tinggi/bahaya;
Ø Cenderung membrontak, tidak mau mengerti peraturan/tata nilai yang berlaku;
Ø Kurang taat beragama, berkawan dengan penyalahguna NAPZA;
Ø Motivasi belajar rendah; tidak suka kegiatan akstrakurikuler;
Ø Punya hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan psikoseksual (pemalu,
sulit bergaul, sering masturbasi, menyendiri, kurang bergaul dengan lawan jenis);
Ø Mudah bosan, jenuh, murung,cenderung merusak diri sendiri.
Keluarga
Ø kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk;
Ø kurang harmonis, sering bertengkar, orang tua berselingkuh atau ayah menikah lai;
Ø tidak memiliki standar norma;
Ø kurang komunikatif dengan anak,terlalu mengatur, terlalu menuntut tidak dapat
menjadikan dirinya teladan bagi anak;
Ø menjadi penyalahguna NAPZA
Perubahan Fisik
Tergantung jenis zat yang digunakan,tapi secara umum perubahan fisik sebagai berikut :
Ø Pada saat menggunakan : sempoyongan, pelo,apatis, mengantuk, agresif, curiga.
Ø Bila kelebihan dosis (overdosis) : nafas sesak, denyut jantung dan nadi lambat, kulit
teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.
Ø Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau); mata dan hidung berair menguap terus,
diare, sakit seluruh tubuh, takut air, kejang, kesadaran menurun.
Ø Pengaruh jangka panjang:tidak sehat, tidak peduli terhadap kesehatan/kebersihan,
gigi tidak terawat, terdapat bekas suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain
Perubahan Sikap dan Perilaku
Ø Prestasi sekolah menurun, sering tidak mengerjakan tugas, membolos pemalas,
kurang bertanggung jawab.
Ø Pola tidur berubah, begadang, sulit dibangunkan, mengantuk di kelas/tempat kerja.
Ø Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang
Ø Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu dengan
anggota keluarga lain
Ø Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal, kemudian menghilang
Ø Sering berbohong dan minta banyak uang dengan alasan tak jelas, mengambil dan
menjual barang berharga milik sendiri/keluarga, mencuri, mengompas, terlibat tindak
kekerasan atau berurusan dengan polisi.
Ø Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar, sikap bermusuhan,
pencuriga, tertutup dan penuh rahasia
Peralatan yang digunakan
· jarum suntik insulin ukuran 1 ml,
· botol air mineral bekas yang berlubang di didingnya,
· sedotan minuman dari plastik, gulungan uang kertas yang digunakan (untuk
menyedot heroin atau kokain),
· kertas timah bekas bungkus rokok atau permen karet (untuk tempat heroin dibakar),
kartu telepon (untuk memilah bubuk heroin) dan botol-botol kecil sebesar jempol
dengan pipa pada dindingnya
4. Penatalaklsanaan
A. Tujuan Terapi dan Rehabilitasi
a. Abstinensia atau menghentikan sama sekali penggunaan NAPZA.
b. Pengurungan frekuensi dan keparahan relaps (kekambuhan). Sasaran
utamanya adalah pencegahan kekambuhan. Pelatihan relapse prevention
programme, program terapi kognitif, opiate antaginist maintenance therapy
dengan naltrexon merupakan beberapa alternatif untuk mencegah kekambuhan
c. Memperbaiki fungsi psikologi dan fungsi adaptasi sosial.
Dalam kelompok ini, abstinesia bukan merupakan sasaran utama.
Terapi rumatan (maintenance) metadon merupakan pilihan untuk mencapai
sasaran terapi golongan ini.
B. Petunjuk Umum
· Terapi yang diberikan harus didasarkan diagnosis.
· Bila dinilai mampu memberikan terapi, lakukan dengan rasa tanggung jawab
sesuai kode etik kedokteran. Bila ragu, sebaiknya dirujuk ke dokter ahli.
· Selain kemampuan dokter, perlu diperhatikan fasilitas yang tersedia di
puskesmas.
· Pasien dalam keadaan overdosis sebaiknya dirawat inap di UGD RSU.
· Pasien dalam keadaan intoksikasi dimana pasien menjadi agresip atau psikotik
sebaiknya dirawat inap di fasilitas rawat inap, bila perlu dirujuk ke RSJ.
· Pasien dalam keadaan putus alkohol atau sendativa/hipnotika harus dirawat
inap, karena mungkin akan mengalami kejang dan delirium
C. Terapi dan Rehabilitasi
Gawat darurat medik akibat penggunaan NAPZA merupakan tanggung jawab
profesi medis. Dalam rehabilitasi pasien ketergantungan NAPZA, profesi medis
(dokter) mempunyai peranan terbatas. Proses rehabilitasi pasien ketergantungan
NAPZA melibatkan berbagai profesi dan disiplin ilmu.
5. Pencegahan
Upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA dilakukan melalui berbagai cara, yaitu :
a. Berbasis Keluarga
· Mengasuh anak dengan baik.
· Ciptakan suasana yang hangat dan bersahabat di rumah.
· Luangkan waktu untuk kebersamaan.
· Orang-tua menjadi contoh yang baik.
· Kembangkan komunikasi yang baik.
· Mengerti dan menerima anak sebagaimana adanya.
· Memperkuat kehidupan beragama. Yang diutamakan bukan hanya ritual agama,
tetapi juga memperkuat nilai moral yang terkandung dalam agama dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,
· Orang tua memahami masalah yang timbul agar dapat berdiskusi dengan anak :
Ø Mengetahui dan memahami bahaya penyalahgunaan NAPZA.
Ø Mengetahui ciri anak yang mempunyai risiko tinggi untuk menyalahgunakan
NAPZA.
Ø Mengetahui gejala anak yang sudah menyalahgunakan NAPZA.
Ø Apa yang dapat dilakukan di lingkungan sekolah untuk mencegah penyalahgunaan
NAPZA.
b. Berbasis Sekolah
Upaya terhadap siswa, antara lain :
· Memberikan pendidikan kepada siswa tentang bahaya dan akibat dari
penyalahgunaan NAPZA. Sebaiknya hal ini dimasukkan ke dalam kurikulum
· Melibatkan siswa dalam perencanaan pencegahan dan penanggulangan penyalahgunaan
NAPZA di sekolah.
· Melatih siswa :
- Menolak tawaran pemakaian NAPZA,
- Membentuk citra diri yang positif, mengatasi stres dan menyelesaikan masalah,
mengembangkan keterampilan untuk tetap bebas dari pemakaian NAPZA/rokok,
- Cara berkomunikasi yang baik, cara mengemukakan pendapat dengan asertif dan
keterampilan sosial serta keterampilan hidup lainya.
- Menyediakan pilihan kegiatan yang bermakna bagi siswa (kegiatan ekstra kurikuler),
sehingga mereka tidak terjerumus kepada kegiatan yang negatif.
- Meningkatkan kegiatan konseling yang dilakukan oleh guru BK (Bimbingan
Konseling) untuk membantu menangani masalah yang terjadi pada siswa
- Membantu siswa yang telah menyalahgunakan NAPZA, sehingga ia tidak merasa
disingkirkan oleh guru atau teman-temannya.
- Penerapan kehidupan beragama dalam kegiatan sehari-hari.
Upaya untuk mencegah peredaran NAPZA di sekolah,antara lain berupa :
· Razia dengan cara sidak (inspeksi mendadak).
· Melarang orang yang tidak berkepentingan masuk ke lingkungan sekolah.
· Melarang siswa ke luar lingkungan sekolah pada jam pelajaran tanpa izin guru.
· Membina kerja sama yang baik dengan berbagai pihak terkait.
· Meningkatkan pengawasan sejak siswa datang sampai pulang.
Upaya untuk membina lingkungan sekolah, antara lain :
· Menciptakan suasana yang sehat dengan membina hubungan yang harmonis antara
pendidik-anak didik-orangtua.
· Mengembangkan proses belajar mengajar yang mendukung terbentuknya remaja
yang mandiri.
· Mengupayakan kehadiran guru secara teratur di sekolah.
c. Berbasis Masyarakat
Upaya pencegahan yang dilakukan di masyarakat antara lain :
· Memperbaiki kondisa lingkungan,penataan kota dan tempat tinggal yang dapat
menumbuhkan keserasian antara manusia dengan lingkungannya
· Menumbuhkan perasaan kebersamaan melalui pembinaan tempat tinggal,
· Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyalahgunaan NAPZA
· Menberikan penyuluhan tentang hukum yang berkaitan dengan NAPZA
· Melibatkan dan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA.
F. MASALAH SEKSUAL
Masalah seksual disini adalah masalah psikososial yang berkaitan dengan problimatika
seksual.
Tiga topik yang akan dibicarakan disini adalah penyimpangan seksual, pelecehan seksual dan
eksploitasi seksual pada anak.
1) PENYIMPANGAN SEKSUAL
Pengertian
Penyimpangan seksual diartikan sebagai suatu kodisi dimana terjadi gangguan pada
keinginan seksual dan pada perubahan-perubahan psikofisiologik siklus respons seksual
dan menyebabkan distres yang nyata dan kesulitan interpersonal.
Penyebab
- faktor psikososial
· gagal menyelessaikan proses perkembangan menjadi seseorang heteroseksual.
· Pengalan dini yang mengkondisikan atau mensosialisasikan anak kedalam
penyimpangan seksual
- faktor organik
· kadar hormon yang abnormal
· kelainan berupa tanda-tanda neurologik samar maupun nyata
· khromosom yang abnormal
· riwayat kejang
· kelainan rekaman otak tanpa kejang
· gangguan jiwa berat
· retardasi mental
Pengenalan
Macam-macamnya:
a. Parafilia, gangguan seksual yang nyata dimana beberapa diantaranya bisa berbuntut
tindakan kriminal yaitu :
· Voyerisme, fikiran berulang dengan fantasi dan tindakan-tindakan seperti mengamati
orang telanjang atau melakukan aktifitas seksual.
· Exhibitionisme, keinginan yang berulang-ulang untuk memperlihatkan alat
kelaminnya pada orang yang tidak dikenal.
· Pedofilia, dorongan seksual yang kuat dan berulang-ulang terdapat anak-anak.
Beberapa diantaranya diekspresikan secara pribadi, yaitu :
· Fetihism, fokus sekaual pada benda-benda (seperti sepatu, sarung tangan, celana
pendek dan stoking) yang berhubungan erat dengan tubuh manusia
· Transvetisme, ditandai dengan fantasi dan dorongan seksual oleh laki-laki
heteroseksual untuk berpakaian wanita untuk tujuan merangsang dan sebagai
pelengkap untuk aktifitas masturbasi atau hubungan seksual
· Sexual sadisme, pemuasan seksual dengan penyiksaan pada korbannya
· Sexual masochisme, pemuasan seksual dengan disiksa
b. Gangguan Identitas Kelamin (GIK) pada masa anak,remaja,atau kehidupan dewasa.
Manifestasinya berupa perasaan distres atau tidak adekuat berkenaan dengan peran
soioseksualnya, tubuh, genital, atau standar maskilinitas atau feminitasnya.
c. Gangguan orientasi seksual, disebut juga homoseksual egodistonik.
d. Homoseksualitas (pada laki-laki dan wanita), jika egosintonik (orientasi seksualnya
tidak terganggu) tidak termasuk katagori ini.
e. Biseksualitas (menyukai kedua jenis kelamin)
Penatalaksanaan
· Psikoterapi berorientasi tilikan
· Terapi seksual
· Terapi perilaku
· Farmakoterapi
Pencegahan
· Pola asuh yang memungkinkan perkembangan seksual berjalan normal.
· Deteksi dini kadar hormon dan kromosom.
2) PELECEHAN SEKSUAL (SEXUALABUSE) PADA ANAK :
Pengertian
Pelecehan seksual pada anak dalam bentuk tindakan meraba-raba dan mengadakan
hubungan kelamin (penetrasi),hubungan seks anal atau perilaku pomografi,dilakukan oleh
orang yang sama atau berbeda kelaminnya,dapat juga berupa insas.
Penyebab
· Pelaku pernah mengalami hal yang sama
· Pelaku tergolong pedofilia
· Pelaku juga melakukan penganiayaan fisik pada anak
Pengenalan
Indikator telah terjadinya penganiayaan (pelecehan) seksual :
- Anak menderita penyakit hubungan seksual (PHS)
- Ada infeksi vagina yang berulang pada anak dibawah 12 tahun
- Anak mengeluh nyeri pada alat kelaminnya,ada perdarahan atau discharge, pakaian
dalam robek atau ada bercak darah
- Ditemukan cairan mani disekitar mulut,genitalia,anus atau pakaian.
- Terdapat gangguan dalampengendalian BAB,BAK,selain memar pada badanya
Akibat Penganiayaan Seksual Pada Anak :
Bila penganiayaan seksual terjadi selama suatu waktu tertentu akan terjadi suatu
proses yang mempunyai suatu pola tertentu yang terdiri dari 5 fase :
1. Fase “menarik diri”, yaitu ketika palaku mengajak anak menjalin suatu hubungan
yang khusus
2. Fase interaksi seksual,yaitu ketika penganiayaan seksual itu terjadi
3. Fase rahasia, yaitu ketika pelaku mengancam anak dan memintanya untuk
merahasiakan yang terjadi
4. Fase penyingkapan,yaitu ketika penganiayaan seksual itu diketahui
5. Fase supresi, yaitu ketika keluarga menekan anak untuk menarik kembali
pengakuannya atau pernyataannya
Perubahan Psikologis pada Korban Penganiayaan Seksual :
· Fase pertama atau akut (beberapa hari setelah kejadian):
- Anak sering menangis atau diam sama sekali.
- Anak merasa tegang, takut, khawatir, malu, terhina, dendam dan sebagainya
· Fase kedua atau adaptasi :
- Rasa takut atau marah dapat dikendalikan dengan represi atau rasionalisasi
· Fase ketiga atau fase reoganisasi
- depresi yang dapat berlangsung lama
- sering sulit tidur, mimpi buruk dan sulit melupakan kejadian yang telah menimpanya
- takut melihat orang banyak atau orang yang berada dibelakangnya
- takut terhadap hubungan seksual
Dampak Penganiayaan Seksual terhadap Anak :
Gangguan/masalah kejiwaan yang dapat timbul :
1. Pelbagai gejala kecemasan seperti misalnya fobia, insomnia dan sebagainya dan
dapat juga berupa Gangguan Stres Pasca Trauma.
2. Gejala diosiatif dan histerik.
3. Rasa rendah diri dan kecenderungan untuk bunuh diri yang menunjukkan terdapatnya
depresi.
4. Keluhan somatik seperti enuresis, enkoporesis serta keluhan somatik lainnya.
5. Gangguan perilaku seksual : masturbasi, sexual hyeraousal.
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya sama dengan penatalaksanaan pada anak yang mengalami penganiayaan
(fisik)
Pencegahan
· Penegakan hukum positif (Undang-undang Perlindungan Anak)
· Identifikasi keluarga yang punya risiko tinggi untuk melakukan penganiayaan
seksual pada anak dan jika ditemukan,dilakukan intervensi dini
· Pendidikan deteksi dini pada profesi medik dan yang bergerak di bidang kesehatan
terutama yang sering kontak dengan anak-anak
3) EKSPLOTASI SEKSUAL ANAK
Pengertian
Adalah anak-anak yang dilancurkan,juga diperdagangkan oleh pengelola usaha prostitusi
Penyebab
· Kelaziman anak-anak perempuan selalu ditawarkan sebagai salah satu layanan
istimewa dan dengan harga yang mahal sehingga menguntungkan germo
· Motos bahwa berhubungan dengan anak-anak akan membuat awet muda dan
terpuaskan kejantanannya selain lebih aman dan sehat. (kenyataan sebetulnya justru
PSK Anak rawan terkontaminasi HIV-AIDS karena secara fisik alat genitalia mereka
memang belum tumbuh secara sempurna dan mudah terluka,sehingga memudahkan
PMS (Penyakit Menular Seksual) dan virus HIV-AIDS masuk ke pembuluh darah).
Pengenalan
Di Indonesia Indonesia diperkirakan sekitar 30% dari 550 ribu pekerja seks komersial
(PSK) atau sekitar 40-70 ribu PSK adalah anak-anak yang berusia dibawah 18 tahun.
Setiap bulan diperkirakan 40 perempuan,termasuk diantaranya anak-anak, secara ilegal
dikirim ke luar negeri terutama Taiwam dan Hongkong untuk dijadikan pembantu rumah
tangga dan PSK. Bahkan ada indikasi kuat, praktek perdagangan dan pelacuran anak yang
tersebar di kota-kota besar, seperti Medan, Batam, Jakarta, dan Surabaya. Diberbagai
komplek Lokalisasi, dengan mudah bisa ditemukan sejumlah anak yang dipekerjakan
sebagai PSK.
Penatalaksanaan
· Pendekatan yang persuasif-edukatif karena pendekatan hukum yang hanya regulatifkuratif
atau pendekatan moralistik yang cuma mengecam prostitusi sebagai pilihan
hidup yang keliru, tidak akan pernah mampu menyelesaikan persoalan
· Penegakan hukum bagi pelaku eksplositasi seksual anak karena problem yang berat
bagi mereka yang akan meninggalkan profesi ini adalah untuk keluar dari pekerjaan
yang terpaksa ditekuninya itu sungguh bukan hal yang mudah, dari pekerjaan yang
terpaksa ditekuninya itu sungguh hal yang mudah
Pencegahan
· Indonesia telah meratifikasi Konvensi ILO no. 138 dan no.182 yang nyata-nyata
melarang keterlibatan anak dalam dunia prostitusi,tapi yang terpenting karena
implikasi kasus ini benar-benar merusak masa depan anak, melanggar hak dasar
anak,dan termasuk praktek eksplotasi seksual terhadap anak
· UU Perlindungan Anak secepatnya disosialisasikan
G. TINDAK KEKARASAN (KEKERASAN SOSIAL KEKERASAN PADA PEREMPUAN)
1) KEKERASAN SOSIAL
Pengertian
Suatu tindakan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap orang lain dalam lingkup
msyarakat dengan menggunakan anggota tubuhnya atau alat bantu lainnya/benda yang
berakibat penderitaan secara fisik,seksual atau psikologis bahkan kematian.
Penyebab
Determinan sosial
· Frustasi
· Provokasi langsung dari orang lain
· Terpapar dengan bentuk-bentuk kekerasan yang dipertontonkan oleh media masa
Determinan lingkungan
· pencemaran udara
· kebisingan
· kesesakan (crowded)
Pengenalan
Masalah
- 1,3 juta pengungsi akibat kekerasan komunal diberbagai wilayah RI
- peningkatan kasus kekerasan domestik (Pusat Krisis Terpadu RSCM menerima 1089
kasus dalam 2 tahun terakhir,sebagian besar korban kekerasan domestik)
- meningkatnya kejadian kekerasa kriminal
- aspek mental pada kasus korban kekerasan masih kurang mendapat perhatian
- fasilitas pelayanan khusus bagi korban kekerasan masih sangat langka dan kurang
memadai
- beberapa LSM mempunyai Crisis Center untuk membantu korban kekerasan namun
pelayanan terbatas pada aspek psikososial
Dampak Kekerasan Pada Korban
Cedera Psikolpgik :
- Memori peristiwa traumatik yang akan tersimpan seumur hidup
- Perubahan perilaku dan respon terhadap lingkungan
- Gangguan jiwa (Gangguan Stres Pasca Trauma, Depresi, Anisietas, Psikosis)
Evaluasi Holistik Terhadap Korban
Variabel klinis
- Tanda/gejala gangguan fisik berbahaya
- Tanda/gejala Gangguan Mental Organik
- Tanda/gejala Stres Akut => Gangguan Stres Pasca Trauma
- Panik,depresi dan potensi bunuh diri
- Psikosis dan gangguan jiwa lainnya
Variabel Personal
- Makna simbolik krjadian trauma
- Ciri keperibadian
- Kemampuan mengelola sters
Variabel Dukungan Sosial
- Struktur keluarga
- Budaya dan religiustas
- Status sosial ekonomi
- Pemahaman keluarga terhadap masalah korban
- Harapan dan motivasi keluarga terhadap korban
Penatalaksanaan
· Dari evaluasi yang holistik terhadap korban (variabel klinis,variabel personal dan variabel
dukungan sosial), maka penatalaksanaanpun dengan cara holistik.
· Gangguan klinis diatasi sesuai dengan evaluasi personslnya dan kalau perlu diberikan
pemahaman terhadap masalah korban serta memfasilitasi harapan dan motivasi keluarga
terhadap korban.
Pencegahan
Pencegahan hukum positif berkaitan dengan kekerasan (misalnya UU Antiterorisme)
2) KEKERASAN PADA PEREMPUAN
Pengertian
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap perubahan berdasarkan pembedaan
kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan dan penderitaan perempuan
secara fisik,seksual atau psikologis,termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau
perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang baik yang terjadi di depan umum atau
dalam kehidupan pribadi (Pasal 2 Deklarasi PBB tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap
Perempuan)
Penyebab
· Faktor-faktor perilaku, budaya, intrapsikik dan interpersonal berperan dalam terjadinya
kekerasan pada perempuan.
Pengenalan
Latar belakang
Beberapa data penting khususnya mengani kekerasan terhadap perempuan yaitu dari
beberapa women’s crisis center sebagai berikut :
- Mitra Perempuan di Jakarta selama tahun 1997 – 2000 telah menerima pengaduan
459 kasus, 71,9% kasus kekerasan terhadap perempuan (domestic violence)
- Rifka Anissa di Yogyakarta selama 1999- Mai 2000 menerima pengaduan 661 kasus
kekerasan terhadap perempuan
- Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Indonesia menyatakan bahwa 11,4% dari
217,000,000 penduduk Indonesia atau sekitar 24,000,000 perempuan terutama di
pedesaan mengaku pernah mengalami kekerasan (domestic violence)
Laki-laki pelaku kekerasan :
· mungkin berasal dari keluarga yang penuh kekerasan
· keperibadiannya imatur, tidak mandiri, tidak asertif dan memiliki perasaan tidak
adekuat yang kuat
Tanda-tanda kekerasan
- Memar atau lecet khususnya didaerah sekitar mulut dalam upaya agar korban tidak
berteriak
- Bekas gigitan tetutama daerah putting susu, leher dan bahu
- Kekerasan tajam berupa luka iris, tusuk atau luka gores
- Termasuk dalam upaya kekerasan adalah membuat korban tidak sadar dengan
memberi obat – obatan dan minuman
Reaksi-reaksi yang terjadi setelah perkosaan :
- Korban mengalami trauma psikis yang intensif dan berat setelah kejadian dan sulit
dipulihkan.
- Ketakutan akan reaksi keluarga maupun teman-temannya, orang lain tidal akan
mempercayai keterangannya,diperiksa dokter peria, melaporkan kejadian yang
menimpa dirinya, dan kalau si pemerkosa melakukan balas dendam apabila ia
melaporkannya
- Reaksi-reaksi emosional lainnya seperti ysok, rasa tidak percaya,marah malu,
menyalahkan diri sendiri,kacau bingung dan histeris
Saat itu yang sangat dibutuhkan korban adalah :
- dukungan emosional dalam bentuk penerimaan dirinya oleh lingkungan, kepercayaan
orang lain terhadap dirinya dan sentuhan-sentuhan psikis yang dapat menemteramkan
hatinya.
Pada minggu atau bulan berikutnya, korban akan dihinggapi ketakutan yang cukup
hebat,yaitu :
- takut kalau ia menjadi hamil atau terkena penyakit kelamin,
- takut pada kekerasan fisik ataupun kematian,
- takut pada orang banyak,
- takut kalau didekati dari belakang,
- takut pada hubungan seksual ; meskipun dengan suami sendiri,
- takut pada sesuatu yang sukar diduga.
- Sangat cemas dalam mengantisipasi pemeriksaan medis ataupun pemeriksaan
pengadilan,
- Cemas kalau berhadapan dengan si pemerkosa dan secara ekstrim ia khawatir kalau
harus kehilangan suami atau kekasih.
Secara fisik korban dapat mengalami :
- gangguan perut,memjadi mual-mual atau kehilangan nafsu makan.
- Setelah rasa sakit dan memar dibadannya mulai hilang, ia akan menglami sakit
kepala sebagai akibat dari ketegangan emosional yang berkaitan dengan perkosaan.
Emosi yang menonjol :
- pengingkaran dan penolakan untuk mempunyai bahwa perkosaan benar-benar telah
terjadi atas dirinya,
- kehilangan perasaan aman.
- Dikejar-kejar mimpi buruk atau juga dapat menangis dalam tidurnya.
- Merasa diselimuti penghinaan,rasa malu,menyalahkan diri sendiri dan ada keinginan
untuk membalas dendam,
- Menjadi takut akan hal-hal yang berbau seksual dan akan mengalami kekacauan
dalam kehidupannya. Masalah-masalah biasa akan ditangkap lebih intens daripada
biasanya
Biasanya korban akan menunjukkan perilaku :
- tidak mampu memusatkan perhatian,atau mengalihkan tatapan mata
- sering salah ucap dalam barbicara
- penampilan tidak rapi/tidak terurus
- banyak melamun dan sulit bicara
- cemas,sikapnya grogi atau serba canggung
- tegang,nampak serba bingung dan panik,mata melihat kesana kemari
- memperlihatkan amarah dan kebencian
- depresif,sedih dan putus asa,perasaan menjadi sensitif dan mudah salah sangka
- cenderung merasa bersalah
- mudah curiga pada orang lain.
Peenatalaksanaan
Penting !!!
Untuk kepentingan penyidikan dan penyidikan,semua bukti jangan dihilangkan dan penderita tidak boleh
mandi
Terapi pada korban perkosaan biasanya bersifat suportif yang difokuskan pada :
· pemuluhan rasa aman korban ;
· kemanpuan pengendalian diri
· menghilangkan rasa
- tak berdaya
- ketergantungan
- kekhawatiran akan terjadinya perkosaan ulang
· upaya mengintergrasikan keperibadiannya
Sesuatu yang bermamfaat bagi korban manakala telah tersedia di masyarakat
semacam pusat krisis pemerkosaan dan telepon pengaduan 24 jam sehingga
dapat memberikan bantuan dan informasi secepatnya.
Pencegahan
· Penegakan hukum positif berkaitan dengan kekerasan terhadap perempuan :
· Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskrimunasi terhadap Perempuan.
Sejak tahun 1984 dengan UURI No. 7 tahun 1984 Indonesia telah
meratifikasi
Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan (The Convention on the Elimination of Discrimination Against
Women disingkat CEDEWA)
H. STRES PASCA TRAUMA
Pengertian
Stres pasca trauma adalah
- reaksi normal dari individu terhadap kejadian yang luar biasa (Parkinson, 1993)
- akibat dari pengalaman seseorang pada suatu peristiwa yang bersifat amat hebat
dan luar biasa, jauh diluar peristiwa yang bersifat amat hebat dan luar biasa
dialami banyak orang, bukan pengalaman yang normal bagi seseorang (DSM-IIIRevised)
Penyebab
Penyebab gangguan bervariasi,tetapi perdefinisi,stresor harus sedemikian berat
sehingga cenderung menimbulkan trauma psikologis pada kebanyakan orang
normal,walaupun tidak berarti bawa semua orang harus mengalami gangguan
akibat trauma ini. Faktor psikologis,fisik,genetik dan sosial ikut berpengaruh
pada gangguan ini.
Jenis stresor :
1. Bencana alam; banjir,gempa bumi
2. Bencana kecelakaan oleh karena manusia (accidental made-man disasters)
>> Kecelakaan industri
>> Kecelakaan mobil
>> kebakaran
3. Bencana oleh karena manusia yang disengaja (deliberate manmadedisasters)
>> Kamp konsentrasi tahanan/tawanan
>> Penganiayaan
>> Pemboman
Macam-macam stressor traumatik :
· Menyaksikan peristiwa yang berakibat luka fisik atau kematian yang
menakutkan seperti korban tergulung ombak, tertimpa tanah longsor,
terlindas kendaraan, penganiayaan, terkena granat atau bom, kepala
terpancung, tertembak, pembunuhan masal atau tindakan berutal di luar
batas kemanusiaan
· Pengalaman berada dalam situasi terancam kematian atau keselamatan
jiwanya, misalnya huru-hara kerusuhan, bencana, tsunami, air bah atau
gunung meletus, peperangan, berbagai tindak kekerasan, usaha
pembunuhan, penganiayaan fisik dan mental-emosional, penyanderaan,
penculikan, perampokan atau pun kecelakaan.
· Mengalami tindak kekerasan dalam keluarga
· Mengalami secara aktual atau terancam mengalami perkosaan,pelecehan
seksual yang mengancam integritas fisik dan harga diri seseorang
· Dipaksa atau terpaksa melakukan tindak kekerasan
· Kematian mendadak atau berpisah dari anggota keluarga atau orang yang
dikasihi
· Berhasil selamat dari tindak kekerasan, bencana alam atau kecelakaan hebat
· Terpaksa pindah atau terusir dari kampung halaman
· Mendadak berada dalam keadaan terasing, tercabut dari lingkungan fisik,
budaya, kerabat, teman sebaya yang dikenal
· Terputus hubungan dengan dunia luar,dilarang melakukan berbagai adat
atau kebiasaan
· Kehilangan harta benda, sumber penghidupan, privacy (hak pribadi)
· Berada dalam kondisi serba kekurangan pangan, tempat tinggal, kesehatan.
Berbagai faktor yang mempengaruhi berkembangnya suatu gangguan stres pasca
trauma adalah
- Tingkat keparahan stres/trauma
- Kerentanan pasien
Kanak dan usia umumnya lebih rentan dari pada para dewasa muda.
Hal ini karena kanak belum memiliki mekanisme pertahanan yang
memadai,sedangkan para usia lanjut umumnya sudah terlalu kaku dengan
mekanisme pertahanan mereka.
Kondisi/fisik pasien :
Berbagai faktor yang mempengaruhi keparahan stresor berinteraksi dengan
faktor pribadi individu untuk menimbulkan gangguan stres pasca trauma pada
orang tertentu. Faktor pribadi ini merupakan predisposisi untuk berkembangnya
gejala psikiatrik sebagai respons terhadap trauma
Faktor ini mencakup :
1. usia pada saat terjadinya trauma
2. ciri keperibadian yang mendasari,seperti obsesef-kompulsif; astenik
3. gangguan psikiatrik sebelumnya
4. predisposisi genetik
5. dukungan sosial
Faktor organobiologis
Pasien dengan gangguan stres pasca trauma pramorbidnya mempunyai
kecenderungan bereaksi otonomik secara berlebihan terhadap stres.
Faktor Psikodinamik
Trauma mengaktifkan kembali konflok yang tidak terselesaikan pada masa
kanak, termasuk trauma emosional pada masa kana yang tidak disadari.
Pengenalan
Reaksi individu terhadap kejadian hebat dan luar biasa ini amat bervariasi antar
individu,
- tampak tidak berpengaruh sama sekali
- mengalami reaksi ringan
- menampilkan reaksi dalam waktu singkat
- menunjukkan reaksi hebat dan menetap dalam waktu yang cukup
lama,disebut gangguan stres pasca trauma.
Gambaran klinis
a. Terjadinya suatu stresor menyebabkan gejala distres yang bermakna pada
hampir setiap orang
b. Adanya gejala khas berupa episoda dimana bayangan kejadian traumatik
tersebut terulang kembali atau dalam mimpi, terjadi dengan latar belakang
yang menetap berupa kondisi perasaan yang beku (numbness) dan
penumpulan emosi,menjahi orang lain, tidak responsif terhadap
lingkungannya, anhedonia dan menghindari aktifitas dan situasi yang
berkaitan dengan traumannya, gangguan ingatan, kesulitan berkonsentrasi,
insomnia, kesiagaan berlebihan), survivor guilt (rasa bersalah karena lolos
dari bencana), gejala depresi
c. Lazimnya ada ketakutan dan menghindari hal-hal yang mengingatkannya
kembali pada trauma yang dialami
d. Kadang-kadang bisa terjadi reaksi yang dramatik, mendadak ketakutan,
panik atau agresif, yang dicetuskan oleh stimulus yang mendadak
mengingatkannya kembali pada trauma yang dialaminya serta reaksi asli
terhadap trauma itu.
e. Onset terjadi setelah trauma dengan masa laten yang berkisar antara
beberapa minggu sampai beberapa bulan (jarang sampai melampaui 6
bulan), Perjalanan keadaan ini berfluktuasi dan pada kebanyakan kasus
dapat diharapkan kesembuhan. Pada sejumlah kecil pasien, perjalanan
penyakit dapat menjadi kronis sampai beberapa tahun dan terjadi transisi
menuju suatu perubahan keperibadian yang berlangsung lama.
Penatalaksanaan
Berdasarkan kondisi stres pasca trauma,penyedian pelayanan dilakukan secara
berjenjang,yaitu untuk penanganan tingkat awal sampai rujukan tertinggi.
Tingkat pelayanan tersebut sebagai berikut :
1. Pelayanan tingkat masyarakat
Dilakukan oleh relawan yang tergabung dalam lembaga/organisasi
masyarakat luas atau keagamaan maupun kader atau petugas pemerintah di
tingkat desa atau kecamatan,berupa :
a. Penyuluhan (KIE)
b. Bimbingan
c. Membentuk “kelompok tolong diri”
d. Rujukan
2. Pelayanan tingkat Puskesmas/RSU Kelas C dan D
· Konseling, dilakukan terhadap penderita yang berpotensi untuk mengalami
gangguan stres pasca trauma. Dilakukan secara individu oleh seorang
konselor yang sudah terlatih terhadap penderita
· Rujukan, pada kasus yang tak dapat ditangani dengan konseling awal dan
membutuhkan konseling lebih lanjut/psikoterapi atau penanganan lebih
lanjut
3. Pelayanan tingkat spesialistik
Penderita yang tak dapat ditangani di tingkat Puskesmas akan dirujuk ke
RSJ atau Bagian Psikiater RSU Kelas A dan B. Di tingkat ini penderita
akan dilayani secara lebih spesialistik oleh seorang tenaga terampil
(psikiater atau psikolog ) sesuai dengan kebutuhan penderita. Penderita
mungkin membutuhkan medikasi sementara untuk membantu mengatasi
masalahnya yang mendesak sehingga dapat dilakukan konseling/psikiterapi
yang lebih mendalam.
Medikasi dengan farkoterapi :
1. Anti ansietas
>> Diazepam 5 – 10 mg
>> Estazolam 0,5 – 1,0 mg peroral (jika ada)
>> Lorazepam 1 – 2 mg (jika ada)
>> Clonazepam 0,25 – 0,5 mg (jika ada)
2. Antidepresan
>> Amitryptiline 25 – 100 mg peroral
>> Imipramin 25 – 100 mg peroral (jika ada)
>> Clomipramine 30 – 150 mg (jika ada)
>> Moclobemide 150 – 600 mg (jika ada)
>> Maprotiline 25 – 150 mg (jika ada)
>> Fluoxetine 20 – 80 mg (jika ada)
>> Tianeptine 25 – 37,5 mg (jika ada)
>> Sertraline 50 – 200 mg (jika ada)
Pencegahan
- Stres pasca trauma dapat dideteksi sampai batas tertentu sehingga dapat
dicegah agar tidak menjadi gangguan yang kronik (menahun).
- Intervensi sedini mungkin akan menghasilkan terapi yang lebih memuaskan
dan akan mencegah berkembangnya stres pasca trauma menjadi gangguan
stres pasca trauma
I. PENGUNGSI/MIGRASI
Adalah orang atau kelompok orang warga negara Indonesia yang meninggalkan
tempat tinggal akibat tekanan berupa kekerasan fisik dan atau mental akibat ulah manusia
dan bencana alam guna mencari perlindungan maupun kehidupan yang baru.
Pengenalan
Gejala-gejala yang umum terjadi pada pengungsi/migrasi akibat tekanan/bencana :
· reaksi emosional : terkejut, terpaku, tidak percaya/menyangkal, kalut, putus
asa, malu, marah, cemas, merasa bersalah, kehilangan minat akan
kesenangan.
· Reaksi kognitif : mimpi buruk, konsentrasi buruk, menyalahkan diri sendiri,
bingung,disorientasi, tak dapat mengambil keputusan, kehawatiran.
· Reaksi fisik : kelelahan, sulit tidur, tegang, nyeri, palpitasi, mual, perubahan
selera makan, perubahan lobido.
· Reaksi interpersonal : konflik, ketidak percayaan, masalah pada pekerjaan,
berkurangnya keintiman, penarikan diri, mengasingkan diri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respons terhadap tekanan/bencana yang
mengakibatkan pengungsian :
· faktor personal :
- usia/tahap perkembangan
- ciri keperibadian,mekanisme koping
- persepsi dan pemahaman terhadap kejadian trauma
- kemampuan menerima dukungan sosial/pertolongan
- pengaruh variabel budaya, etnik, religiositas
· faktor peristiwa :
- beratnya,lama berlangsungnya, kekerapan (frekuensi)
- derajat kesehatan fisik
- mengalami kejadian trauma seorang diri atau bersama-sama
Respons individu terhadap peristiwa tekanan/bencana yang mengakibatkan
pengungsian (Cohen dkk)
· Fase inisial (impactphase) : segera setelah mengalami bencana, menunjukkan
perasaan terkumpul seperti tidak percaya (disbelit), terpaku, takut dan
bingung. Reaksi tersebut merupakan respons normal terhadap peristiwa
yang luar biasa berlangsung dalam minggu pertama.
· Fase krisis : berlangsung selama beberapa minggu hingga beberapa bulan
setelah bencana. Pada fase adaptasi ini terjadi perasaan yang berubah-rubah
antara penyangkalan dengan gejala-gejala intrusive yang disertai keluhan
gejala-gejala somatik seperti kelelahan, pusing, sakit kepala, mual,
gangguan tidur dan mimpi buruk. Selain itu penderita sering menunjukkan
perilaku kemarahan, mudah tersinggung, putus asa dan murung.
· Fase resolusi : berlangsung dalam satu tahun pertama, ditandai dengan
perasaan sedih, rasa bersalah dan dapat mengalami depresi. Kekecewaan
dan kemarahan mudah timbul bila bantuan pertolongan atau pemulihan
yang mereka harapkan tidak ada.
· Fase rekonstruksi : berlangsung 2-3 tahun setelah peristiwa traumatik/
bencana, secara bertahap mulai pulih dari gejala-gejala psikologik dan
somatik, mau menerima dan memahami makna peristiwa traumatik,
membangun kembali kehidupan baru
Penatalaksanaan
- Masalah psikososial pada pengungsi yang tidak tertangani dengan baik
dapat mengakibatkan gangguan lebih lanjut, yaitu menjadi gangguan jiwa
atau masalah psikososial yang menyebabkan menurunnya kualitas dan
produktifitas, baik secara perseorangan maupun menyeluruh di masyarakat.
- Pada fase inisial (impact phase), bantuan petugas penolong, keluarga atau
kerabat merupakan sistem pendukung yang paling bermanfaat.
- Pada fase-fase berikutnya, sebaiknya dibawa ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
- Secara sistematik pelayanan kesehatan dilakukan secara berjenjang,yaitu
untuk penanganan tingkat awal sampai rujukan tertinggi. ( Lihat
penatalaksanaan pada Stres Pasca Trauma !, karena stres pasca trauma
merupakan masalah psikososial yang sering dijumpai pada pengungsi
maupun migrasi)
Pencegahan
Pencegahan terbaik adalah tindakan pencegahan primer (primary prevention)
- menghindari bencana atau setidaknya meminimalisasi dampak bencanapada
level komunitas yang luas, dan hal tersebut memerlukan kerjasama
dengan berbagai bidang lain khususnya dengan aparat pemerintahan
setempat yang bertanggung jawab dalam perencanaan menghadapi
bencana.
J. MASALAH USILA YANG TERISOLIR
Pengertian
Usila adalah mahluk sosial yang akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
lingkungan keluarga dan masyarakat. Karena itu setiap perubahan psikososial baik
yang datang dari dalam dirinya,keluarga maupun lingkungan masyarakat baik yang
datang dari dalam dirinya, keluarga maupun lingkungan masyarakat akan membawa
dampak bagi derajat kesehatan jiwa usia yang bersangkutan.
Keterasingan tersebut bisa timbul secara pasif atau aktif. Secara aktif terjadi
karena perlakuan salah dari petugas atau anggota keluarganya, diasingkan dalam
ruangan tertentu atau dimasukkan kedalam panti. Secara pasif terdapat masalah
mental emosional yang melandasi keterasingannya.
Penyebab
Pesatnya kegiatan pembangunan membawa dampak terhadap lingkungan baik
berupa urbanisasi dan polusi maupun perubahan perilaku yang secara tidak langsung
berpengaruh pada kehidupan usia. Era globalisasi membawa konsekuensi pergeseran
budaya yang cepat dan terus-menerus, membuat nilai-nilai tradisional sulit
beradaptasi.
Warga usila yang hidup pada masa sekarang seolah-olah dituntut untuk mampu
hidup dalam dua dunia yakni :
- kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari
keperibadian, dan
- kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan
ancaman integrutas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai masalah
kejiwaan.
Perubahan pada masyarakat
Urbanisasi dan modernisasi
Anak-anak perkotaan cenderung memandang setiap masalah secara rasional, efektif
dan efisien sehingga orang tua yang sudah usia sering dianggap berpendapat terlalu
konvensional.
Perubahan pola keluarga besar ke pola keluarga kecil.
- Pada masyarakat tradisional,warga usila ditempatkan pada kedudukan yang
terhormat sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai
adat istiadatnya,sehingga warga usila dalam masyarakat ini masih terus
memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah kemasyarakatan.
Hal ini secara tidak langsung berpengaruh kondusif bagi pemeliharaan kesehatan
fisik maupun mentalnya.
- Pada strutur kehidupan masyarakat modern, sulit memberikan peran fungsional
pada warga usila,posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal,
kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini
menyebabkan warga isila dalam masyarakat moderen menjadi lebih rentan
terhadap tema-tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya.
- Keluarga kecil yang terdiri dari ayah,ibu dan anak dapat menetapkan usila di luar
sistem keluarga tersebut.
Ibu rumah tangga yang bekerja
Derasnya pengaruh modernisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan,teknologi serta
arus globalisasi menyebabkan wanita memperoleh kesempatan berkarir yang di lain
pihak mengurangi kesempatan mengurus keluarga termasuk usila yang ada dalam
keluarganya.
Makin banyak ibu-ibu yang bekerja,ada sebagian usila seperti dibebani pekerjaan
rumah atau merasa kesepian karena ditinggal sendiri di rumah.
Perubahan nilai sosial masyarakat
Dalam masyarakat tradisional biasanya usila dihargai dan dihormati sehingga mereka
tetap berguna dan memberikan kontribusinya kepada keluarga dan masyarakat
lingkungannya. Sebaliknya dalam tatanan masyarakat yang mengarah kepada
kehidupan individualistik,usila kurang dihargai sehingga tersisih dari kehidupan
masyarakat dan bisa menjadi terlantar. Hal ini mengisyaratkan adanya pergeseran
nilai budaya bangsa terhadap usila.
Perubahan pada usila
Pekerjaan
Masa pensiun diasosiasikan dengan kehilangan kegiatan, penghasilan, kedudukan
dan sering berkurangnya rasa harga diri (sering disebut “post power syndrome”)
Fungsi mental
Penurunan fungsi mental meliputi fungsi kognitif dan psikomotor. Sebagian usila
mengalami penurunan secara progresif sehingga menimbulkan dampak bagi kegiatan
kehidupannya sehari-hari.
Kondisi fisik
Usila sering mengalami kondisi patologik yang multipel yang menimbulkan
gangguan fungsiobnal dan kondisi ketergantungan pada orang lain yang selanjutnya
menimbulkan keterasingan. Sejalan dengan kondisi fisik yang mengalami penurunan,
daya tumbuhpun berkurang ditambah dengan pencemaran lingkungan yang
mengganggu kesehatan usila dengan penyakit-penyakit jenis baru.
Pengenalan
Diketahui sampai saat ini masih terdapat sekitar 15% penduduk miskin yang
diantaranya termasuk sejumlah usila. Sebagian berada dalam keadaan terlantar
karena keluarga tidak mampu merawatnya atau memang tidak punya keluarga lagi
dan tidak punya penghasilan untuk bekal hidupnya. Selain itu terdapat usila
penyandang cacat fisik,netra, rungu,,wicara maupun bekas penderita penyakit kronis
terutama kusta.
Masalah
Umum
· Meningkatnya usila harapan hidup menyebabkan jumlah usila makin bertambah
· Pola kehidupan keluarga secara fisik berubah menjadi bentuk keluarga kecl.
· Nilai-nilai kekerabatan dalam kehidupan keluarga besar semakin melemah
sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan,dihargai dan
dihormati.
· Sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi khususnya dibidang
komunikasi dan transpotasi, terjadi peningkatan mobilitas penduduk,keluarga
termasuk para usila,baik dalam rangka kunjungan keluarga maupun dalam rangka
kepentingan kerja atau bisnis. Mengingat kondisi fisik usila yang semakin
menurun maka diperlukan kemudian peralatan komunukasi dan transportasi bagi
usila.
Khusus
Proses menjadi tua
Memasuki usila lanjut,berbagai kecenderungan menurunnya kemampuan mulai
menampakan gejalanya, terutama kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan
berkurangnya peranan sosial. Kondisi ini menimbulkan berbagai masalah fisik,
mental maupun sosial yang berdampak lebih luas yang akan menjadi semakin
tergantung kepada pihak lain.
Proses menjadi tua tidak dapat ditahan,namun secara fisik dapat diperlambat apabila
pada fase regresif diprogramkan agar tidak menjadi tua,antara lain melalui pembinaan
kesehatan usila.
Intrgrasi Sosial
Usia yang sudah lanjut tidak saja menyebabkan mundurnya fisik,kurangnya
produktivitas serta turunnya penghasilan,tetapi juga berpengaruh pada kondisi
psikis/mental dan sosial. Makin tua seseorang makin berkurang kesibukan sosialnya
sehingga intergrasi dengan lingkungan berkurang. Hal ini akan berpengaruh negatif
pada kondisi sosial psikologis mereka yang merasa sudah tidak diperlukan lagi oleh
masyarakat lingkungan dimana dia berada.Dipihak lain dapat saja terjadi, sebagai
generasi muda beranggapan bahwa usia tidak perlu lagi ikut aktif dalam urusan hidup
sehari-hari. Hal ini akan semakin memperburuk integrasi sosial para usila dengan
masyarakat lingkungannya sehingga dapat terjadi kesenjangan antara generasi tua dan
muda.
Produktivitas Kerja
Pada usila yang telah lanjut sehingga dari usila masih mempunyai kemampuan
dan kemauan untuk bekerja, permasalahannya bagaimana menyalurkan tenaga dan
kemampuannya didalam kesempatan kerja yang terbatas.
Penatalaksanaan
- Non diskriminasi, tidak mengucilkan atau mengkotakkan usila tetapi tetap
menganggap sebagai bagian integral dari satu masyarakat yang hak dan
kewajibannya dinilai atas dasar kemampuan dan kondisi secara keterbatasannya.
- Akomodatif/kondusif, memberikan peluang dan kesempatan untuk bekarja
mencari nafkah atau melakukan kegiatan-kegiatan secara suka rela serta
berpatisipasi dalam kegiatan masyarakat sesuai keinginan dan kemampuannya.
- Supportif, memberikan dukungan bantuan maupun pelayanan untuk
meningkatkan kesejahterannya serta memberikan santunan maupun perawatan
bagi yang sakit dan tidak bekerja.
Pencegahan
· Mengnut paradigma, pencegahan dan pengendalian faktor-faktor risiko sebaik
mungkin, kemudian menunda kesakitan dan cacat selama mungkin.
· Perilaku hidup sehari mempunyai peran yang cukup besar yang harus dilakukan
sebelum usila (bahkan jauh-jauh sebelumnya).
· Perilaku hidup sehat, terutama adalah perilaku individu, dilandasi oleh kesadaran,
keimanan dan pengetahuan.
· Menjadi tua secara sehat (normal ageing, healthy ageing) bukanlah satu
kemustahilan tapi sesuatu yang bisa diusahakan dan diperjuangkan.
· Menanamkan pengertian dan membangkitkan kesadaran bahwa :
- menjadi tua tidak perlu diikuti sakit-sakitan, tapi dapat terjadi secara normal
- tua tidak identik dengan pensiunan purna segalanya dan tidak berguna, tetapi
tetap dapat menjadi anggota masyarakat yang dapat memberikan sumbangan
kepada kehidupan dan pembangunan.
K. MASALAH KESEHATAN JIWA TENAGA KERJA DI TEMPAT KERJA
Pengertian dan penyebab
Masalah kesehatan jiwa di tempat kerja merupakan masalah kesehatan yang
berkaitan dengan stresor psikososial.
Dalam rangka menuju ke zaman industri, pola penyuluhan di lingkungan
industri dan perusahaan akan bergeser dari penyuluhan pekerjaan yang disebabkan
oleh stresor fisik dan biologik kepada penyuluhan yang berkaitan dengan stresor
psikososial. Karyawan makin banyak terpapar limbah psikososial ketimbang limbah
debu, pasir, zat beracun dan lain-lain. Masalah kesehatan jiwa dan masalah
psikososial dalam perusahaan akan mempengaruhi sumber daya manusia yang
berakibat menurunnya produktivitas dan keinginan sumber daya manusia, dana dan
materi.
Pengenalan
Di Inggris berdasarkan data Departemen dan Federasi Industri
Inggris,diperkirakan 15-30% pekerja pernah mengalami gangguan jiwa, minimal satu
kali dalam masa kerjanya. Persentase populasi yang mengalami gangguan jiwa di
berbagai negara antara lain Brasil 36,3%; Kanada 37,5%; Belanda 40,9%; Amirika
48,6%; Meksiko 22,2%; dan Turki 12,2%. Bahkan diperkirakan dua persen dari
seluruh penduduk dunia menderita gangguan jiwa berat.
Indonesia belum memiliki data tentang gangguan mental di tempat kerja.
Perusahaan-perusahaan di Indonesia pun sangat jarang,bahkan mungkin tidak pernah
mengalokasikan dana untuk peningkatan kesehatan jiwa pekerja. Jaminan kesehatan
secara umum,yang biasanya tidak bersifat optimal, tidal dapat mengatasi masalah
kesehatan jiwa di tempat kerja.
Padahal kondisi kesehatan dan kesehatan jiwa bersifat tidak terpisahkan dan
berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga di 11 kota pada tahun 1995, ditemukan
185 penderita gangguan jiwa dalam populasi 1000 penduduk Indonesia.
Gangguan jiwa merupakan satu dari tiga penyebab disabilitas dan mempengaruhi
seluruh komunitas. Mereka yang mengalmi disabilitas psikiatrik menghadapi
masalah yang besar, mulai dari hambatan institusional,legal,sikap lingkungan ketika
mencari pekerjaan, sampai reintegrasi dengan masyarakat setelah sembuh. Beberapa
gangguan jiwa yang dapat menyebabkan disabilitas di tempat kerja adalah depresi,
skizofrenia, gangguan bipolar (manic-depression), penyalahgunaan alkohol, dan
gangguan obsesif-kompulsif.
Di beberapa negara yang telah menghitung masalah gangguan jiwa secara
seksama biaya yang berkaitan dengan gangguan jiwa cukup besar. Di Kanada,
misalnya distres dan gangguan jiwa menyebabkan 20-30% dari jumlah absen kerja
karyawan dan kecelakaan kerja. Pada tahun 1998 pun, prevalensi problem emosional
dan kejiwaan di tempat kerja telah melampaui angka gangguan fisik sebagai alasan
mangkir. Pada tahun 1994, gangguan depresi saja telah membebani perusahaanperusahaan
sampai $ 300 juta di negara tersebut.
Jenis gangguan jiwa yang dijimpai
Ø Gangguan jiwa yang ringan
Ø Depresi somatoform
Ø Penyakit psikogenik massal
Ø Gangguan keperibadian
Ø Depresi/perasaan tertekan
Ø Ketergantungan obat dan alkohol
Ø Kecelakaan kerja : tuntutan beban kerja yang tinggi
Ø Perhatian yang kurang
Ø Kerja gilir
Ø Penyalahgunaan zat
Ø Stres kegelisahan
Ø Lesu kerja (burn out)
Penyebab
Masalah Psikososial di Tempat Kerja
Ø rasa tidak puas di tempat kerja : kebosanan,kesejahteraan dan gaji yang tidak
memadai
Ø hubungan kerja tidak baik
Ø keadaan kerja yang mononton
Ø pekerja/karyawan yang sulit menyesuaikan diri di lingkungan kerjanya
Penatalaksanaan
Masalah kesehatan jiwa tidaklah sama dengan masalah kedokteran,namun
merupakan masalah profesi kesehatan dengan pihak-pahak terkait.
Pencegahan
- Pelaksanaan hidup sehat melalui olahraga yang teratur dan makanan dengan
menu seimbang, memperkenalkan (dengan melalui pendekatan karyawan/
pekerja) lingkungan kerjanya sehingga mereka mampu dan mau beradaptasi
- Meningkatkan keterampilan pekerja
- KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi)
- Pemeriksaan dan penilaian kesehatan jiwa yang meliputi seleksi dan
perencanaan karir
- Konseling (di tempat kerja yang memungkinkan misalnya : departemen,
perusahaan dan lain-lain)
- Pengaturan fasilitas fisik kerja yang memadai sehingga membuat kenyamanan
dalam bekerja
- Mempertimbangkan penambahan beban kerja secara gradual
- Mengubah suasana lingkungan kerja,seperti misalnya memperlambat kecepatan
kerja, mengurangi kebiasaan, menghindari sikap mengayomi secara berlebihan,
melibatkan semua dalam kegiatan sosial, serta memberikan penghargaan
seimbang terhadap pretasi kerja siapapun.
L. HIV / AIDS
Pengertian
AIDS adalah penyakit yang menakutkan umat manusia oleh karena dapat dipastikan
bahwa penyakit ini akan membawa kematian dan sampai sekarang belum
diketemukan obatnya. Kekhawatiran,ketakutan,kebingungan masyarakat terhadap
penyakit ini sedemikian hebatnya sehingga sudah menjadi masalah psikososial di
masyarakat.
Penyebab
Virus HIV
Pengenalan
Sifat-Sifat AIDS.
Meskipun sulit penyembuhannya,AIDS juga bukan penyakit yang mudah menular.
Media penularan AIDS,yang sudah diketahui hanyalah melalui darah,sperma dan
cairan vagina/serviks. Oleh karena itu sementara ini yang sudah dapat dipastikan
penularan AIDS adalah melalui jalu-jalur berikut (menurut WHO) :
1. Hubungn seksual yang memungkinkan pemindahan virus dari sperma dan cairan
vagina/serviks
2. Pemindahan darah yang mengandung HIV
3. Penularan kepada janin dari ibu penderita AIDS
Pemindahan darah yang mengandung HIV dapat terjadi melalui tranfusi darah dan
melalui penggunaan jarum suntik bebas pakai yang tidak diseterilkan terlebih dahulu.
Penularan melalui transfusi dapat dicegah dengan mengadakan pemeriksaan darah
donor, sehingga hanya darah yang bebas virus AIDS saja yang dapat ditranspusikan.
Sedangkan penularan melalui jarum suntik oleh dokter dan paramedis dapat diatasi
dengan melaksanakan prosedur sterillisasi yang baku dengan menggunakan jarum
suntik disposable. Kemungkinan kebocoran melalui jalur-jalur pemindahan darah ini
tergantung sepenuhnya pada sikap profesionalisme petugas-petugas kesehatan.
Walaupun demikian, kemungkinan penularan AIDS melalui darah masih bisa
terjadi diantara para penyalahguna narkotik suntik. Kelompok penyalahguna narkotik
ini jumlahnya sangat terbatas dalam masyarakat yaitu 5000-10000 menurut data
tahun 1975, akan tetapi perlu kiranya para petugas kesehatan mengetahui ciri-cirinya
dan kecenderungan tingkah lakunya agar mereka dapat melakukan deteksi seawal
mungkin dan melakukan tindakan pencegahan secepatnya.
Jalur penularan yang relatif lebih luas jangkauannya adalah melalui hubungan
seksual. Tetapi jalur ini pun tidak seluas jalur penularan penyakit menular seksual
(PMS) lainnya oleh karena AIDS hanya menular jika terjadi perpindahan virus.
Secara teoritis teknis hubungan seksual yang paling rawan untuk penularan AIDS
jadinya adalah teknis penis-anal (anogenital), oleh karena pada teknik ini paling besar
kemungkinan terjadinya luka-luka pada rectum. Karena teknik ini di dunia Barat
diperkirakan lebih sering dilakukan di kalangan homoseksual (pria), maka dapat
dimengerti jika insidens AIDS pada kelompok ini adalah yang tertinggi. Dalam
masyarakat lain, dimana teknis penis-anal ini juga sering dilakukan dalam hubungan
heteroseksual, maka insidens AIDS dikalangan wanita juga diperkirakan lebih tinggi
(misalnya yang terdapat di negara-negara Afrika Tengah).
Akibat Salah Informasi
Seperti yang telah diuraikan diatas,sebagai akibat arus informasi yang deras dari
pers Barat pada awalnya berjangkit AIDS disana,masyarakat di bagian dunia lainnya
(termasuk Indonesia) terlanjur menyerap informasi yang tidak benar.
Salah informasi ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Virus AIDS menular melalui kontak kulit
2. Virus AIDS menular melalui udara
3. Virus AIDS menular melalui pakaian
4. Virus AIDS menular melalui serangga
5. Virus AIDS menular melalui kolom renang
6. Virus AIDS menular melalui air kotor
7. Virus AIDS menular melalui WC Umum dan sebagainya
Penyalahgunaan Obat
Jumlah penyalahguna NAPZA tidak besar, tapi mereka adalah kelompok yang
sulit dipengruhi. Penderita yang sudah kecanduan berat dan kronis biasanya juga
mengalami gangguan dalam penyesuaian dirinya secara sosial dan biasanya
hubungan dengan lingkungannya (keluarganya,sekolahnya,teman-temannya)
terputus. Ia hanya berpedoman kepada beberapa orang tertentu yang secara langsung
berkaitan dengan kecanduannya pada NAPZA tersebut. Untuk golongan masyarakat
seperti ini prosedur pendidikan dan pemberian informasi sudah tidak ada lagi
manfaatnya. Cara pencegahan AIDS bagi mereka tidak ada lagi manfaatnya. Cara
pencegahan AIDS bagi mereka tidak dapat lagi dilepaskan dari usaha pengobatan dan
perawatan yang lazim dilakukan terhadap mereka,misalnya : dihentikan sama sekali
kebiasaan menggunakan NAPZA sendiri kecuali seizin dan dilakukan oleh dokter
sendiri atau paramedik.
Yang lebih perlu diperhatikan adalah kelompok-kelompok yang srcara potensial
dapat berkembang menjadi penyalahguna. Jumlah mereka cukup besar dan seringkali
sulit dibedakan dari kelompok masyarakat lainnya oleh karena perilaku mereka
sehari-hari tidak selalu menunjukkan tanda-tanda kesulitan penyesuaian diri secara
sosial. Tetapi bagaimana juga ada beberapa ciri yang merupakan indikasi dari orang
yang mempunyai kecenderungan menyalahgunakan NAPZA yaitu :
1. Usianya relatif muda (dibawah 30 tahun), karena dalam usia ini keperibadian
seseorang belum cukup mapan dan masih mudah terpengaruh
2. Mempunyai latar belakang kehidupan sosial yang tidak harmonis dan dia sendiri
mempunyai berbagai konflik dengan lingkungannya (keluarga,sekolah,
pekerjaan,teman dan sebagainya)
3. Orang yang bersangkutan pada dasarnya mempunyai keperbadian yang lemah,
sering menghadapi kegagalan, merasa tidak dicintai,merasa rendah diri,mudah
berontak,mudah bosan dan tidak mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri
4. Orang yang bersangkutan mempunyai keyakinan agama yang rendah.
Penyalahgunaan Seks
Untuk menjadi penyalahguna NAPZA diperlukan ciri keperibadian tertentu oleh
karena tidak ada orang yang dilahirkan dengan hasrat kecanduan NAPZA sebagai
sifat bawaan. Disamping ciri keperibadian tertentu,juga diperlukan kondisi sosial
tertentu,khususnya adanya konflik sosial di satu pihak dan adanya kesempatan,
rangsangan atau dorongan dari orang lain di pihak lain.
Pada penyalahgunaan seks (bukan penyimpangan seks), setiap orang dilahirkan
dengan hasrat seksual dan hasrat itu akan bertumbuh-kembang selama orang yang
bersangkutan dalam keadaan kesehatan yang baik. Jadi pada hakikatnya setiap
individu secara potensial adalah pelaku seks. Potensi ini akan mencapai puncaknya
pada usia remaja dan membutuhkan penyaluran sejak usia itu dan selanjutnya sampai
ia tidak membutuhkan lagi di usia tuanya.
Selama masa seksual aktif tersebut, norma-norma masyarakat mengatur tingkah laku
seksual mana yang boleh dan mana yang tidak boleh dilakukan. Dalam masyarakat
yang mendahulukan kepentingan individu,tidak ada pembatasan terhadap perilaku
seksual sejauh tidak mengganggu kepentingan umum. Hal ini menyebabkan
hubungan seksual ekstramarital dapat dilakukan dengan lebih leluasa dengan satu
pasangan tertentu maupun berganti-ganti pasangan.
Dalam masyarakat yang lebih mengutamakan kepentingan-kepentingan umum
apalagi yang masih mengutamakan norma-norma agama, hubungan ekstramarital
merupakan perbuatan tercela. Akan tetapi ini berarti bahwa hubungan ekstramarital
itu tidak ada sama sekali, karena hubungan ekstra marital itu tetap berlangsung
walaupun tidak secara terbuka. Bahkan dalam hubungan intramaritalpun dapat terjadi
pasangan ganda dengan adanya kemungkinan perceraian dan poligami. Dengan
demikian sulitlah dibedakan lagi tingkat penyalahguna seks (seks ekstramarital)
dalam masyarakat yang masih mempertahankan norma agama dengan masyarakat
yang sudah lebih mengutamakan kepentingan individu. Hal ini terjadi terutama di
kota-kota besar, dimana kontrol sosial sudah berkurang efektifitasnya sementara
media yang menyajikan pornografi merangsang terus hasrat seksual yang terpadu
yang diikuti pula dengan berbagai sarana dan prasarana untuk melaksanakan
penyaluran hasrat tersebut.
Sementara insiden perilaku seksual ekstra marital di masyarakat yang masih
mentabukannya belum bisa dipastikan perbedaannya dengan masyarakat yang lebih
permisif, dalam masyarakat jenis yang pertama segala sesuatu yang berhubungan
dengan seks juga ditabukan. Termasuk yang ditabukan adalah pembicaraan,
pemberian onformasi dan pendidikan seks. Akibatnya, jalur informasi yang benar dan
bersifat mendidik sulit untuk dikembangkan dan mengembangkan jalur informasi
yang salah dan menyesatkan yang justru berkrmbang bebas walaupun tidak legal.
Salah satu contoh dari salah informasi dalam kehidupan remaja adalah adanya
anggapan bahwa masturbasi lebih berdosa dan lebih berbahaya dibandingkan dengan
sanggama (yang dianggap lebih alamiah) walaupun yang terakhir ini nyatanya
mengandung risiko PMS dan kehamilan. Sebagai akibat dari salah informasi ini
banyak remaja yang memilih menyalurkan hasyatnya kepada sanggama (misalnya
dengan WTS) daripada ber masturbasi.
Akibat lain dari tidak bisa berkembangnya informasi seksual yang benar adalah
praktek-praktek yang tidak sesuai dengan asas kesehatan atau perencanaan keluarga.
Terlalu banyak mengkomsumsi jenis makanan tertentu atau minuman jamu-jamu
tertentu yang dianggap bisa memperkuat daya seksual walaupun nyatanya bisa
mengganggu kesehatan,cukup banyak dilakukan orang.
Sebaliknya penggunaan kondom baik untuk pencegahan penyakit maupun untuk KB
enggan dilakukan orang karena ada rasa malu untuk membeli.
Jika pada suatu saat orang terkena ( atau merasa terkena ) PSM, maka timbul
perasan enggan ke doter oleh karena malu. Perasaan malu ini juga disebabkan karena
berlakunya norma-norma sosial yang ketat. Karena enggan ke dokter mereka lalu
mengobati diri sendiri, entah dengan minum jamu-jamu tradisional atau membeli ke
toko obat liar. Biasanya pengobatan semacam ini bukan hanya tidak menyembuhkan,
tetapi juga tidak tuntas,karena orang yang bersangkutan cenderung menghentikan
obatnya begitu ia merasa gejala sakitnya sudah hilang.
Obat-obatan yang diberikan oleh dokter pun kadang-kadang juga tidak
dihabiskan,yang mengakibatkan tumbuhnya resistensi pada kuman-kuman yang
sesungguhnya akan diberantas itu.
Kelompok Risiko Tinggi
Walaupun tadi telah dikatakan bahwa semua manusia secara potensial adalah
pelaku seksual,tetapi hanya sebagian saja yang merupakan kelompok risiko tinggi
bagi penularan AIDS.
Sesuai dengan sifat-sifat AIDS maka kelompok risiko tinggi ini harus mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut :
1. Aktif dalam perilaku seksual menyimpang. Makin aktif,makin tinggi risikonya.
Golongan yang sangat aktif adalah WTS, PTS dan pencari kepuasan seksual
(pelanggan WTS atau PTS). Ditinjau dari usianya yang mempunyai
kemungkinan tinggi untuk berperilaku seksual aktif adalah orang berusia remaja
keatas.
2. Kaum biseksual maupun homoseksual
3. Mereka yang suka/pernah melakukan hubungan seksual dengan orang asing
yang berasal dari daerah-daerah dimana insiden AIDS tinggi. Mereka yang
tinggal di daerah tujuan wisata atau yang senang melayani wisatawan
mempunyai peluang yang lebih beasr.
Kelompok Risiko Tinggi Yang Mengalami Masalah Psikososial HIV / AIDS
- Pengguna jarum suntik
- Pekerja seks komersial
- Homoseksual
Penatalaksanaan
- Terapi Medis
- Psikoterapi
Pencegahan
Upaya pencegahan melalui Konseling HIV / AIDS pra test dan post test.
BAB IV
PERAN PUSKESMAS
PADA UPAYA PENCEGAHAN AKIBAT MASALAH PSIKOSOSIAL
Peran Puskesmas dalam upaya pencegahan dan penanggulangan permasalahan
psikososial yang ada di masyarakat adalah dengan meningkatkan pengetahuan (knowledge),
sikap (attitude) dan perilaku (practice) petugas Puskesmas terhadap setiap permasalahan
psikososial yang timbul.
Peningkatan pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat dalam pencegahan dan
penanggulangan permasyalahan psikososiaal tersebut, ditinjau berdasarkan masing-masing
masalah psikososial yang ada, adalah sebagai berikut :
1. Penjelasan Peran Puskesmas dalam Pengetahuan, Sikap dan Perilaku yang perlu diketahui
oleh Petugas Kesehatan di Puskesmas diuraikan dibawah ini :
Mampu mengenal kasusnya
kasusnya yaitu :orang dgn tubuhyg
kotor sekali , rambut spt sapu ijuk,
pakaian compang –camping.
Membawa bungkusan yg brisin
macam-macam brg bertingkah laku
aneh spt tertawa sendiri bergumam
dll serta sukar diajak
berkomunikasi