Senin, 04 Juli 2011

FOBIA SOSIAL

PENDAHULUAN

Fobia sosial merupakan salah satu di antara

jenis gangguan cemas (neurosis-cemas) dengan

gelaja utama perasaan takut yang disertai

keinginan untuk menghindar. Fobia sosial sebagai

penyakit dikenal sejak tahun 1960, dan

sebelumnya diagnosis fobia sosial jarang dibuat.

Gangguan ini bukan disebabkan oleh gangguan

organik. Belum banyak diketahui tentang

penyebab fobia sosial, tetapi sejumlah penelitian

menunjukkan banyak komponen kompleks yang

terlibat. Karakteristik temperamen seseorang

seperti rasa malu, behavioral inhibition, selfconsciousness,

embarrassment dan keturunan

(heredity) merupakan faktor predisposisi

terjadinya fobia sosial.(1) Prevalensi fobia sosial

pada kelompok eksekutif di Indonesia besarnya

antara 9,6 -16%, yang timbul sejak usia muda

dan terus berlangsung sampai pada usia

dewasa.(2) Di negara maju prevalensi fobia sosial

besarnya 2-13%, dan secara bermakna

mengganggu pekerjaan, status akademik dan

hubungan seseorang. (3) Penelitian epidemiologi

yang telah dilakukan di berbagai negara-negara

dengan ruang lingkup kehidupan yang beragam

dan berdasarkan kriteria diagnostik, instrumen

penelitian dan lingkup budaya yang berbeda

menunjukkan prevalensi yang bervariasi antara

0,5% sampai 22,6%. Ada kecendrungan kenaikan

angka prevalensi fobia sosial, seiring dengan

perubahan perilaku (gaya hidup) masyarakat. (4,5)

Fobia sosial timbul sejak masa kecil, 40% di

antaranya di bawah 10 tahun. Sisanya di bawah

usia 20-tahun. Penggunaan alkohol berkorelasi

dengan fobia sosial, mereka yang menggunakan

alkohol mempunyai risiko dua kali lebih besar

untuk menderita fobia sosial dibandingkan dengan

mereka yang tidak menggunakan alkohol. Dan

kelompok dengan ketergantungan alkohol

mempunyai risiko sembilan kali lebih besar untuk

mengalami fobia sosial. (6,7)

Fobia sosial merupakan gangguan kejiwaan

nomor tiga, setelah gangguan penyalahgunaan zat

(substance abuse) dan gangguan depresi berat.

Perhatian terhadap fobia sosial masih kurang, dan

sering dinyatakan sebagai “gangguan cemas yang

terabaikan”. Kurangnya perhatian terhadap fobia

sosial disebabkan oleh sedikitnya penderita yang

mencari pengobatan untuk gangguan fobia yang

dideritanya. Penderita berobat bukan untuk fobia

sosial tetapi untuk keluhan lain.

Fobia Sosial

International Classification of Disease

(ICD) 10 dan Diagnostic and Statistical Manual

Mental Disorders (DSM) IV serta Pedoman

penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa

(PPDGJ) III memberi batasan (definisi) fobia

sosial berdasarkan gejala-gejala yang

ditimbulkan, meliputi perasaan takut

sehubungan dengan prediksi (ramalan) akan

timbulnya rasa malu sebagai reaksi pada saat

menghadapi objek, aktivitas atau situasi tertentu,

misalnya :

- Menggunakan telepon umum, atau menelpon

seseorang yang belum dikenal dengan baik.

- Makan atau minum di tempat umum, atau

bila buang air kecil pada fasilitas umum.

- Tampil dan berbicara di depan umum.

- Menghadiri pesta dan tempat ramai.

- Menulis atau mengerjakan sesuatu dan pada

saat yang bersamaan diawasi oleh orang

lain.

- Berhadapan muka dengan orang yang asing

dan tak dikenal sebelumnya.

- Bila memasuki ruangan, di dalam ruangan

tersebut telah banyak orangnya.

- Bila harus mengemukakan ketidak

setujuannya.

Kondisi tersebut akan menimbulkan rasa

takut sehingga dalam kehidupan nyata, individu

tersebut lebih baik menghindar. (8-10) Prediksi akan

timbulnya rasa malu, akan menimbulkan rasa

takut, yang disertai dengan perasaan ingin

menghindar, wajah menjadi merah dan panas,

debaran jantung yang bertambah cepat, disertai

dengan gejala kesemutan, keringat dingin, rasa

tak enak di dalam perut, otot di daerah pundak

yang terasa tegang dan kerongkongan menjadi

kering. Fobia sosial yang timbul pada usia dini,

menimbulkan gangguan yang serius dalam

perkembangan psikologis, pendidikan, pekerjaan,

kemampuan membina relasi, atau pencapaian

tujuan hidup. Dalam pada itu penderita fobia

sosial sering menderita gangguan psikiatri lainya

seperti depresi, gangguan makan atau gangguan

penyalahgunaan zat. (8-12)

Dalam beberapa dekade terakhir ini, fobia

sosial mulai mendapat perhatian dan telah

memiliki klasifikasi diagnostik berdasarkan

perkembangan konsep-konsep nosologi, etiologi,

dan pengobatan. Dengan kemajuan di bidang

kriteria diagnostik dan instrumen wawancara,

maka pada saat ini fobia sosial sering ditemukan.

Fobia sosial ditemukan pada semua budaya

misalnya dalam budaya Jepang, fobia sosial

disebut dengan Shinka Shitsu. (12)

141

PRESENTASI KASUS

Seorang pasien (wanita) Ny.B.M. (usia 32

th) dikonsul ke poliklinik Psikiatri dengan keluhan

jantung berdebar-debar, keringat dingin, perut

mulas, dan pusing. Keluhan ini telah berlangsung

sejak 3 tahun yang lalu. Sehari sebelumnya pasien

pingsan tak sadarkan diri. Dari auto dan

alloanamnesis (dari suami pasien), didapatkan

hal-hal sebagai berikut : keluhan utama/alasan

berobat/alasan perawatan, pasien pingsan tak

sadarkan diri pada saat akan berpidato di depan

undangan, saat pelantikan pasien sebagai Kepala

Bagian. Pasien dibawa ke institusi gawat darurat.

Setelah tenang, disarankan untuk konsultasi ke

poliklinik Psikiatri.

Dari anamnnesy diperoleh kesan pasien tidak

akan mengikuti kegiatan bila harus berhadapan

pada situasi publik (sosial) lainnya. Selalu dalam

pikirannya sudah tersedia jawaban bahwa “saya

tidak bisa dan akan malu-maluin“. Pada

pertemuan khusus, misalnya resepsi perkawinan

yang mengharuskan pasien bersama suaminya

pergi ke tempat tersebut, selalu tersedia jawaban,

lebih baik saya “ tinggal di rumah, kasihan anakanak

tidak mempunyai teman.“ guna menolak

ajakan.

Deskripsi umum menunjukkan, pasien tampak

gelisah, mengeluh dadanya sakit, kesemutan yang

menjalar ke lengan kiri, deg-degan, pusing, keringat

dingin dan mual. Sikap terhadap pemeriksa:

koperatif, pembicaraan lancar, tingkah laku motorik

dalam batas normal. Tidak diketemukan tanda-tanda

psikopatologis lainnya, dalam proses pikir, alam

perasaan, tingkah laku motorik, persepsi, sensorium

dan kognisi, orientasi, daya ingat, dan konsentrasi.

Daya menilai realitas: baik. Penghayatan terhadap

penyakit : tingkat V (intelektual). Pasien mengeluh

dadanya sakit, disertai nyeri yang menjalar pada

daerah lengan kiri yang berasal dari daerah dada,

dan untuk menyikirkan kelainan gangguan

kardiovaskular pasien dikonsulkan ke dokter ahli

jantung. Dilakukan pemeriksaan elektrokardiograf

dan tidak didapatkan kelainan elektrokardiogram

(EKG). Dan pemeriksaan echocardiography,

menunjukkan hasil sebagai berikut, dimensi ruang:

ruang jantung normal. Left ventricle (LV): tebal

normal. Fungsi sistolik : baik, normokinetik, semua

segmen dan katub-katub jantung: normal.

Diagnostic impression dari pada jantung:

Fungsional normal dan tidak tampak gangguan

kinetik. Karena ada keluhan mulas, pasien

dikonsulkan ke bagian penyakit dalam, namun tidak

didapatkan kelainan yang signifikan. Kesan

pemeriksaan psikiatris: fobia sosial

PENATALAKSANAAN

Dalam hal penatalaksanaan kasus-kasus fobia

sosial ada 5 hal yang perlu dijelaskan kepada pasien,

yaitu :

1. Fobia sosial merupakan kondisi medik yang

sudah banyak diteliti dan memberikan respons

baik dengan terapi yang sesuai.

2. Fobia sosial merupakan gangguan anxietas.

Obat secara langsung dapat mengurangi

anxietas.

3. Adanya perasaan akan ditolak atau dikritik

dapat dimodifikasi dengan farmakoterapi.

4. Jelaskan bahwa terapi obat tidak menimbulkan

ketergantungan.

5. Harus dijelaskan bahwa fobia sosial

merupakan kondisi kronik, sehingga

dibutuhkan pengobatan jangka lama.

Pemilihan obat

MAOI (monoamine oxidase inhibitors)

Phenelzine merupakan suatu MAOI yang

efektif untuk fobia sosial. Suatu penelitian yang

dilakukan untuk melihat perbandingan efektifitas

phenelzine, atenolol dan plasebo pada penderita

fobia sosial menunjukkan bahwa 64 % penderita

fobia sosial mendapatkan perbaikan yang jelas

dengan phenelzine, sedangkan dengan atenolol

hanya 30% dan dengan plasebo 23%.(3) Efek

samping yang sering terjadi yaitu krisis hipertensi,

insomnia, disfungsi seksual, hipertensi postural,

dan penambahan berat badan. Untuk mengurangi

efek samping, maka perlu dilakukan diet rendah

tiramin.

RiMA (Reversible monoamine oxidase

inhibitors)

RiMA merupakan obat yang efektif untuk

mengatasi fobia sosial. Obat ini bekerja

menghambat enzim monoamine oksidase tipe A

secara refersibel. Sekitar 80-90 % penderita yang

diobati dengan RiMA mendapat perbaikan setelah

16 minggu. Terapi dipertahankan paling sedikit

selama 6 bulan dan biasanya kekambuhan terjadi

pada sekitar 50% bila pemberian obat dihentikan.

Untuk mengurangi kekambuhan, pemberian obat

diturunkan secara berangsur - angsur.

Beta blocker

Beta bloker dapat menurunkan aktivitas

sistem otonom yang disebabkan oleh kecemasan

(takhikardia termor, berkeringat). Contoh

preperat beta blocker, misalnya propanolol atau

atenolol.

Obat-obat lain

Beberapa obat-obat lain yang juga

digunakan untuk mengatasi fobia sosial yaitu

benzodiazepine dan selective serotonin reuptake

inhibotors (SSRIs) seperti fluoxetine,

fluvoxamine, sertraline, dan paroxetine.

Psikoterapi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa

hubungan antara terapi kognitif-perilaku dengan

farmakoterapi bemanfaat untuk kelainan ini.

Kombinasi farmakoterapi dan tetapi kognitifperilaku

dapat mempercepat efek atau kerja obat,

dan efek terapi dapat bertahan lama walaupun

obat telah dihentikan.

PEMBAHASAN

Pasien-pasien yang semacam ini banyak

diketemukan dalam praktek umum dan praktek

spesialis. Seperti yang telah digambarkan dalam

presentasi kasus, pasien yang semacam ini berobat

dengan keluhan yang samar-samar. Keluhan

tersebut disangka karena gangguan lainnya, namun

tak pernah terdiagnosis secara tepat, apalagi

terpikirkan bahwa gangguan ini merupakan

gangguan atau penyakit fobia sosial. Diagnosis

fobia sosial ditetapkan berdasarkan gejala-gejala

yang ditentukan antara lain ditandai dengan gejala

keringat dingin, deg-degan, perut mulas, pusing,

yang muncul setelah pasien harus berbicara di depan

umum. Tak ada niat untuk menghindar (beda dengan

kepribadian menghindar). Hanya saja pasien sudah

“membayar di depan” jangan-jangan akan “malumaluin”.

Kondisi ini khas untuk gejala fobia sosial,

karena pasien yang semacam ini selalu memprediksi

akan terjadi sesuatu, yang umumnya prediksi

tersebut selalu yang buruk.

Kalau ditelusuri ada beberapa gejala yang

mirip dengan serangan jantung. Karena kesan yang

sedemikian dan untuk menghindari salah diagnosik,

pasien dikonsulkan ke dokter ahli jantung.

Dilakukan EKG dan Echocardiography, tidak

menunjukkan kelainan pada organ tersebut. Pasien

mungkin mengalami gangguan pada saluran

pencernaan, terdapatnya keluhan perut mulas, yang

telah berlangsung dalam waktu cukup lama.

Pemeriksaan oleh dokter ahli penyakit dalam

mendapatkan tidak ada kelainan.

Berdasarkan data-data epidemiologi,

prevalensi fobia sosial cukup banyak (9-12 %). (12)

Kalau dikaitkan dengan jumlah penduduk Indonesia,

sebesar 200 juta orang, mudah dibayangkan bahwa

jumlah penderita fobia sosial sebesar 18-24 juta

orang. Kunci untuk diagnosis fobia sosial, selain

ketrampilan dalam berwawancara secara empati

(turut meraba rasakan), kemampuan menegakkan

diagnosis dan pemberian terapi yang adekwat.

KESIMPULAN

Fobia sosial merupakan gangguan yang

biasanya mulai timbul sejak dini dan bersifat kronik.

Bila tidak diobati akan dapat menimbulkan berbagai

keterbatasan dalam kehidupan sosial, aktivitas

profesional, kemampuan mencari nafkah, dan

kontribusi terhadap masyarakat luas. Fobia sosial

dapat terjadi komorbiditas (terjadi berdasarkan)

depresi, dengan penyakit penyalahgunaan zat

atau alkohol. Fobia sosial merupakan gangguan

yang kronik dan kepada pasien perlu dijelaskan

bahwa terapi membutuhkan waktu yang panjang.

Hendaklah dipilih obat yang aman dan efektif. Untuk

mencegah terjadinya kekambuhan, maka terapi obat

harus dikombinasi dengan psikoterapi.